Tergopoh-gopoh, seorang lelaki meratap kepada sesepuh, "saya mau mengundurkan diri. Takut!"
Wajah Ketua Dewan Kemakmuran Masjid itu berkerut.
"Saya takut. Pohon beringin itu memang angker. Ada makhluk penunggu yang kerap mengganggu."
Benar kata pegawai sebelumnya, ada lelembut di tempat ini. Belum seminggu Kasto bertugas menggantikannya, sudah terusik oleh makhluk pengganggu.
Masjid milik warga itu berdiri di sisi paling dekat dengan hutan. Di pinggir hutan.
Dalih romantis warga perumahan terhimpit dalam rapatnya hunian-hunian sempit, mereka merindukan hawa segar, aliran udara sejuk, dan iklim menyehatkan.
Wilayah tepi hamparan lahan itu didominasi pohon-pohon lebih tinggi dari lima meter, di antara rimbunnya tanaman perdu. Menghadirkan iklim mikro bersuasana rahayu bagi lingkungan sekitar.
Vegetasi tersebut merupakan sebuah sub-ekosistem penyedia hiburan, berupa kicau burung-burung, hewan-hewan liar yang bukan binatang buas, dan kesejukan. Termasuk sumber air dari bawah pohon beringin.
Sumber tidak pernah kering dan beringin besar sebagai pelindung juga paling rimbun, menjadi alasan terkuat pendirian bangunan rumah ibadah di dekatnya.
Kelanggengan senyawa terpenting bagi makhluk bumi itu bukan berarti untuk diboroskan. Pengurus dan jemaat masjid harus senantiasa menggunakan air seperlunya.
Penghamburan setiap ikatan kovalen satu oksigen dan dua atom hidrogen adalah amanat agama. Substansi kimia itu juga dibutuhkan penghuni alam fana. Setiap molekulnya demikian berharga.
Sampai saat ini, sumber air tersebut tetap terjaga kelestariannya. Pohon-pohon tidak ditebang. Pun pohon beringin tua yang masih tampak gagah, meski sebagian orang memercayai keangkerannya.
Dihuni makhluk takkasat mata! Makhluk penunggu beringin yang sering kali berkunjung ke masjid.
Keterangan mengenai keberadaan penghuni dunia halus dikisahkan, salah satunya, oleh petugas pembersih masjid sebelumnya.
"Betul. Hati-hati, Kang!"
Katanya, kadang anasir itu menunjukkan diri dalam bentuk bayangan. Pada waktu lain, ia menggerakkan rekal (tempat baca Alquran). Karpet. Meja. Juga menggoyang-goyangkan jam dinding.
"Itu semua dilakukannya ketika tiada seorang pun di sekitar masjid."
Kasto menganga setengah tidak percaya.
Sebetulnya ia sempat diberi wejangan secara meyakinkan oleh Ketua DKM. Kesejukan tutur tetua tersebut meneguhkan pendirian Kasto untuk menerima pekerjaan sebagai pembersih masjid.
Maka, ujaran petugas lama sama sekali tidak menggoyahkan niat Kasto. Bukan semata-mata gaji tetap, tetapi membersihkan tempat ibadah merupakan tujuan mulia.
Selama seminggu bekerja, Kasto menunjukkan cara-cara kerja yang luar biasa. Keseluruhan luas bidang disapu dan dipel. Ditambah pekerjaan menyingkirkan daun-daun runtuh tertiup angin dari ranting pepohonan.
Dua kali sehari ia membersihkan lantai masjid, luar dalam. Karpet pada lantai dalam tempat ibadah tersebut tergulung, karena pandemi diakibatkan virus korona masih menghantui.
Kasto memiliki kiat tersendiri dalam menyapu dan mengepel lantai. Ia memerhatikan detail keresikan alat sapu dan pel. Demikian agar tidak terdapat sebutir debu menempel pada perkakas kebersihan.
Hasilnya, lantai luar dalam masjid tampak suci. Halaman terlihat rapi dan asri.
Perihal cara, cukup unik. Sementara pria lajang itu menyapu lantai, ia meletakkan alat pel bergagang di bawah kran air yang sedang mengucur. Tidak menggunakan ember berisi air untuk membilasnya.
Dengan demikian, kotoran pada kain pel dijamin meluruh, terbuang melalui selokan ke kali.
Setelah sekian kali, suatu pagi Kasto menjumpai kenyataan yang menggentarkan. Mendadak pikirannya terkait kepada cerita mistis petugas kebersihan sebelumnya.
Peristiwa-peristiwa selanjutnya telah meruntuhkan keyakinannya pada titik nadir, bak daun kering yang runtuh akibat tertiup angin.
Itulah alasan terkuat pembuat kehendak untuk berhenti bekerja. Sudah tiga kali ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Riwayat pertama. Sekembalinya dari menyapu, Kasto melihat putaran kran sudah tertutup. Ia ingat benar, tadinya ia membukanya demi air mengucur deras, dalam rangka membilas kain pel bergagang.
Sepi. Tiada satupun orang di sekitar atau jejak-jejak tertinggal. Merinding bulu kuduk Kasto.
Peristiwa kedua dengan keadaan sama membuat Kasto hampir menyerah. Ia mulai memercayai adanya hantu bergentayangan dari pohon beringin. Siapa lagi?
"Makhluk penunggu pohon beringin!"
"Jangan percaya cerita-cerita mistis," orang-orang berusaha meyakinkan.
Kasto sedikit tenang dan bekerja kembali, meski dihantui perasaan takut-takut. Seperti biasa ia menyapu lantai, meninggalkan alat pel diguyur air melimpah dari kran.
Lama-kelamaan, pikiran buruk mereda, digantikan oleh keasyikan dalam bekerja tanpa suara. Kesungguhan yang melunturkan perhatian kepada hal-hal mistis di sekitar.
***
Sebuah bayangan muncul dari balik pohon beringin, menuju kamar mandi.
Setelah menuntaskan hajat, sosok misterius itu kembali. Memintas tempat wudu dan melihat sesuatu.
"Ah, air mengalir deras kok dibiarkan saja," batinnya, sambil menutup kran dan kembali menghilang di balik kerimbunan.
Balik kepada pekerjaannya, menyiangi tanaman perdu untuk dibuat lahan kebun tomat, cabai, dan kangkung. Menurut nasihat Ketua DKM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H