Seorang kawan enggan menunjukkan suatu kemampuan kepada teman lain yang sedang membutuhkan.
"Capek euy. Bayarannya gak sebanding dengan tingkat kesulitannya."
Itu adalah pilihan, tetapi juga patut disayangkan. Mengapa begitu?
Usaha konstruksi level UMKM, seperti commanditaire venootschap atau perseroan komanditer (CV), adalah perusahaan perseorangan. Pemilik berfungsi sebagai komanditer aktif, merangkap sebagai: pemodal, pencari proyek, petugas administrasi yang mengurus dokumen pengadaan, dan pelaksana teknis di lapangan.
CV ini umumnya mendapatkan pekerjaan (proyek) dari APBD setempat. Sumber-sumber proyek lainnya berasal dari bidang sektoral, semisal dari Instansi (Dinas) Provinsi, Kementerian, dan --kadang kala-- swasta. Artinya, proyek pemerintah adalah sumber penghasilan utama.
Di waktu-waktu tidak memperoleh proyek, pengusaha ini lontang-lantung tanpa penghasilan. Ya, di kalangan pengusaha kelas kecil dikenal joke: "kemarin punya 200 juta, hari hanya 20 ribu."
Bagi mereka yang berkemampuan tertentu, akan bekerja (baca: membantu dengan imbalan) pada teman yang sedang memiliki/melobi proyek. Pengusaha semacam ini hanya menjalankan fungsi pemodal dan/atau lobbying. Aspek lainnya difungsikan oleh teman-teman atau orang-orang berkeahlian yang direkrutnya.
Artinya, suatu saat menjadi pengusaha dan pada saat lain menjadi pegawai pengusaha lain adalah lumrah.Â
Ikatan kepegawaian bersifat longgar, hanya berlandaskan pertemanan. Proyek selesai, pekerjaan selesai. Agak sulit dipahami oleh mereka yang terbiasa dalam kontrak kerja (tetap atau jangka waktu tertentu) secara tertulis, tetapi begitulah kenyataannya.
Kawan di atas tidak memperlihatkan kemampuan, agar tidak direkrut sebagai pegawai oleh teman yang sedang mendapat proyek, dengan alasan tingkat kesulitan tidak sebanding dengan bayarannya.