Pada saat masih normal, faktor-faktor itulah yang membuat teman-teman mengandalkan saya tanpa berhitung, bahwa orang lain pun memiliki kapasitas sama atau jauh lebih baik untuk menggarap assignment itu. Bersama-sama soal pendorong lain, pada akhirnya variabel itu menjadi pemicu serangan penyakit mati separuh.
Serangan kesehatan itu membuat saya "tomat" (tobat tapi kumat). Dalam porsi yang jauh lebih kecil, assignment beruntun telah menyebabkan kepala overheating beberapa hari lalu. Udah mah kemampuan berpikir tinggal setengah, digas pol pula. Untung mesin overheating itu tidak sempat meledak, sehingga batal mengirim saya ke alam kedamaian.
Sebetulnya bisa saja saya melakukan penolakan assignment dari teman tanpa berlaku kasar. Pada dasarnya mereka tetap merasa baik-baik saja, saya saja yang merasa gak enak hati. Enggan menolak.
Di sisi lain, saya rasa menolak adalah penting, mengingat ada kondisi tertentu yang (seharusnya) lebih diutamakan.Â
Demikian, sebab saya teringat satu pelajaran dari instruktur bule saat mengikuti sebuah training sekian dekade lampau, yaitu pertanyaan kepada diri sendiri, "What is more Important than....?"
Lebih lengkapnya, frasa tersebut menegaskan, "apa yang lebih penting daripada menyelesaikan penugasan yang berada di luar job description?"Â
Kedengarannya seperti matre. Individualis. Tidak. Tidak demikian. Ini adalah sikap profesional yang mesti ditunjukkan dalam dunia kerja.
Maka pertanyaan "what is more important than..." akan meliputi:
Tidak Mengganggu Tugas UtamaÂ
Apa yang membuat assignment itu lebih penting daripada tugas utama? Maka selesaikanlah tugas utama Anda sebelum menerima assignment.