Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Penunggang Kuda di Pantai Kuta

17 Juli 2021   11:55 Diperbarui: 17 Juli 2021   14:52 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gadis menungang kuda di pantai oleh Natalia_Kollegova dari pixabay.com

Pada peristiwa terbenamnya matahari yang sangat indah, tersaji pemandangan menggetarkan. Seorang gadis penunggang kuda di pantai Kuta. Anggun berbaju satin nan tipis. Kulit kuningnya berpendar ditimpa cahaya senja.

***

Rudolfo menerima tawaran Mas Herman. Segala aspek sudah dipertimbangkan dengan matang. Energi dimilikinya masih kuat merantau ke pulau seberang.

Seusai semua ritual, bis malam perlahan bergerak keluar dari pool menuju Jakarta Timur. Ada rasa sesak menyeruak di dada. Rudolfo mengeluarkan napas, kendati dua kelopak matanya tidak mampu membendung air menetes.

Dari Terminal Pulo Gadung bis kembali merangkak, masuk ke jalan tol, lalu melesat menjauhi senja. Menuju Pulau Dewata.

***

Di bagian kiri jalan raya menuju pantai Kuta terdapat lahan seluas kira-kira seribu meter persegi. Tembok batu setinggi satu setengah meter menjadi pembatas dengan tetangga kiri, kanan, dan belakang. Sebuah bangunan berlantai satu menempati sepertiga bagiannya.

Di sekelilingnya tumbuh berbagai jenis tanaman perdu dan sedikit pohon peneduh. Tiada dinding di empat sisi, kecuali di ruang yang disebut dapur.

Dari beberapa bagian lantai terakota bernuansa merah kecokelatan menyembul tiang-tiang kayu besar sebagai kolom penopang konstruksi langit-langit kayu dan atap genting plentong.

Halaman depan terbuka, berlandaskan grass block yang di sela-selanya ditanami rumput gajah mini. Cukup untuk menampung sepuluh mobil diparkir rapat.

Dengan hidangan barat dan oriental, ditambah sajian khas Indonesia, restoran itu menjadi pilihan wisatawan. Sekarang ia berada di bawah kendali Rudolfo.

Rata-rata, pengunjung berusia matang, bila tidak ingin disebut tua. Umumnya rombongan wisatawan itu datang dengan bis mewah. Menuntaskan rasa lapar dalam waktu sebentar.

Berbeda dengan grup orang Jepang yang ritual makannya panjang. Hidangan disajikan bertahap dan beragam. Sebuah rombongan, yang kemudian menjadi tamu tetap, menghabiskan waktu dari Isya sampai pukul sebelas malam.

Setiap malam.

Pada siang hari mereka serius bekerja. Malam merupakan waktu bersantai bersama. Pemahaman itu didapat Rudolfo setelah bergabung dengan mereka. Segera mereka menjadi akrab, meski Rudolfo masih tergagap berbahasa Jepang. 

Gadis-gadis itu bukan turis biasa. Warga negara Jepang yang masing-masing memiliki suami pemuda lokal. Kecuali satu orang yang menarik perhatian Rudolfo.

Ia teringat kepada sesuatu. Gadis yang tidak hanya berkulit kuning, tapi putih susu seolah tembus pandang bak pualam baru dipoles. Kulit wajahnya lembut, memancarkan cahaya ayu nan anggun.

Dialah gadis penunggang kuda di pantai Kuta. Gadis Jepang yang anggun itu kini berada di hadapannya.

Rudolfo mencuri pandang. Hal itu kerap dilakukannya. Gadis Jepang anggun tersipu. Di dalam hati tumbuh taman rindu berwarna biru.

Perkembangan rasa dengan mudah diterka para sahabat. Mereka berbisik-bisik. Wajah gadis anggun merona. Menunduk.

Salah seorang tersenyum manis kepada Rudolfo, "Mitsuko, gadis ini, menyukai penampilanmu."

"Oh ya, terima kasih banyak. Aku juga menyukainya." sahut Rudolfo tanpa menyembunyikan kegembiraannya.

"Eh, Mitsuko ingin membina hubungan lebih serius. Ia sangat malu untuk mengungkapkannya."

"Maksudnya?" Rudolfo melirik Mitsuko, gadis anggun yang menunduk.

"Ya. Hubungan serius, berupa janji lelaki kepada seorang wanita. Suami kepada istri."

Rudolfo mendadak memandang konstruksi kayu jati yang membentuk kuda-kuda penyangga atap. Pikirannya pulang kepada dua pasang mata bening penuh harap, di Jakarta.

Lanjut wanita itu, "kapal penangkap ikan tuna berikut cold storage akan dialih-namakan kepadamu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun