Bermula dari curahan hati sopir kontainer kepada Presiden Jokowi, Kamis pagi (10/6/2021), polisi menangkap 49 orang preman yang diduga sebagai pelaku pungutan liar (pungli) di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok pada Jumat (11/6/2021). Tujuh di antaranya adalah oknum pegawai perusahaan bidang pelayanan kegiatan bongkar muat petikemas ekspor ataupun impor.
Sesungguhnya keberadaan pelaku pungli atau preman di pelabuhan Tanjung Priok sudah lama terdengar. Baru setelah Presiden menelepon Kapolri, aparat "berani" melakukan tindakan pembersihan dari preman Priok.
Beberapa tahun lalu saya merasakan sendiri keberadaan preman Priok.
***
"Jangan ke sana Pak, nanti repot urusannya!"
"Kenapa?"
"Ada Jon Towel. Begitu tahu bahwa bapak adalah pengusaha, mereka bermunculan, mencolek bahkan menodongkan senjata lalu minta uang."
Saya tetap turun dari mobil, berjalan menuju lapangan penumpukan.
Sebelum itu.
Adalah sebuah tantangan, manakala pemodal memberikan kepercayaan untuk mengembangkan usaha baru. Selain untuk mencari keuntungan, perusahaan menjadi kendaraan baginya untuk memuaskan kesenangannya kepada mobil sport build-up.
Pada waktu itu, bisnis mobil Completely Build Up (CBU) berkembang pesat. Berbeda dengan kendaraan Completely Knock Down (CKD) yang dirakit oleh industri asembling terkemuka dengan satu merek.
Kendaraan CBU adalah mobil atau sepeda motor yang diimpor utuh oleh pengusaha dengan bermacam merek, sesuai kecenderungan pasar. Importir umum itu lebih cocok dijuluki sebagai pedagang. Bukan industrialis.
Dengan segala upaya saya berusaha mewujudkan perusahaan tersebut dengan mengurus berkas:
- Akte pendirian perseroan terbatas dan surat ketetapan Kemenkumham di notaris.
- Surat izin domisili.
- Surat izin gangguan (dulu: HO).
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Ketetapan Pengusaha Kena Pajak (SK-PKP).
- Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Catatan: sekarang TDP dan SIUP ditiadakan, berganti menjadi Nomor Induk Berusaha (NIB).
- Angka Pengenal Importir Umum (API-U).
- Kartu Tanda Anggota (KTA) sebuah asosiasi perusahaan importir mobil CBU.
Setelah semua syarat hukum menjadi importir umum terpenuhi, tiba waktunya untuk "window shopping" sejumlah jenama mobil dan tipe-tipenya. Bukan ke negara prinsipal penghasil mobil, tetapi pemilik dealer merek kendaraan terkemuka yang datang ke Indonesia.
Pria Jepang berjas hitam membawa koper berisi brosur-brosur, dokumen pendukung, dan DVD (piringan digital berisi data video). Brosur dan piringan tersebut bercerita banyak tentang spesifikasi, performa, dan keunggulan kendaraan dipromosikan.
Pada saat itu saya masih ingat--sebagai pemecah telur-- perusahaan memesan: sedan sport coupe two seater, Toyota Wish 2000 CC, dan Honda Ist.
Tiga unit mobil CBU itu masuk ke dalam satu container 40 feet dan diangkut memakai tanker. Hebatnya, orang Jepang menempatkan tiga mobil dalam kontainer berdimensi dalam 12 2,35 2,38 meter kubik dengan presisi. Mereka mengikatnya dengan sling baja agar mobil tidak saling bertumbuk dan membentur dinding petikemas.
Tidak lama, dikabarkan bahwa kapal merapat di pelabuhan Tanjung Priok. Kontainer berisi pesanan sudah tiba. Setelah menyelesaikan urusan dokumen dan persoalan memusingkan mengenai tisu paling mahal yang harus ditebus, maka status petikemas klir, masuk ke dalam jalur hijau, bukan merah karena bermasalah.
Selengkapnya dapat dibaca pada:Â Harley Davidson di Garuda dan Tisu Termahal yang Harus Ditebus
Selebihnya, perihal pengeluaran barang, pembayaran cukai, sampai ke gudang akhir sudah diurus oleh perusahaan Freight Forwarder berpengalaman. Cukup menyediakan dana saja, tidak perlu turun langsung ke lapangan. Semua sudah ditangani dengan apik oleh pihak berpengalaman.
Namun euforia pengalaman pertama dan rasa penasaran mendorong keinginan untuk terjun langsung, paling tidak menyaksikan proses. Selanjutnya, saya turun dari mobil dan berjalan menuju lapangan penumpukan.
Pada lahan yang sangat luas terdapat ratusan kontainer tersusun rapi dengan latar belakang kapal tanker sedang bersandar. Kontainer-kontainer tersebut dipindahkan dari kapal pengangkut ke lapangan penumpukan dengan crane raksasa.
Terlihat kontainer berlabel nama perusahaan pelayaran yang berisi mobil pesanan sedang dipindahkan dari lapangan penumpukan ke punggung truk pengangkut.
Kegiatan yang menggetarkan hati. Menyenangkan sekaligus membuat saya bangga melihat perkembangan positif terhadap pesanan perdana.
Saya tidak menyadari kehadiran beberapa orang berbadan kekar, sampai salah satunya menyapa, "lagi lihat barang, bos?"
Saya menoleh lalu mengangguk.
"Barangnya mau aman atau enggak?" Nada datar disampaikan dengan pelan, namun penuh ancaman.
Jon Towel! Preman yang tersohor di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Jon Towel, bukan merujuk kepada nama seseorang, tapi julukan diberikan orang yang meminta sejumlah uang pungli dengan gertakan maupun ancaman.
Sejenak pikiran terbang mengikuti jiwa saya yang beku menghadapi ancaman. Saya demikian gelagapan menangkap gelagat pemerasan itu. Saya sendirian dibanding empat "Jon Towel" itu. Hendak melaporkan secara hukum, saya tidak berdaya. Pun tidak tampak aparat di sekitar.
Sebuah seruan yang cukup keras menyadarkan saya, "Pak Budi, ngapain di sini?"
Saya berikut empat preman menoleh, tercengang. Saya menjabat tangannya dengan senang.
Seorang berseragam dengan logo Pelindo menghampiri, "sedang ngapain? Ada barang yang lagi diurus?"
Saya masih mengingat namanya, Pak H. Ia adalah senior di perusahaan pengelola jasa kepelabuhanan. Pak H adalah kepala keamanan pada BUMN itu.
Selanjutnya percakapan berlangsung akrab. Diam-diam empat preman menyingkir entah ke mana.
Perbincangan di antara sesama penggemar mobil Volkswagen memang luar biasa akrabnya. Apalagi Pak H dan saya merawat mobil VW Combi di bengkel yang sama.
Apakah itu suatu kebetulan atau bukan, yang penting saya lega sudah terbebas dari ancaman pemerasan atau pungli oleh preman Priok.
Jadi, keberadaan preman Priok di pelabuhan Tanjung Priok memang sudah ada sejak dulu, menurut pengalaman dalam berkegiatan di terminal petikemas pada saat itu.
Sumber berita:Â 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H