Pada perkembangan berikutnya, yayasan menggandeng seorang pedagang yang kemudian berjualan soto. Bagaimana sistem pembagiannya, tidak diketahui.
Pilihan jenis masakan berkuah itu cukup beragam: soto plus tauco (Tauto), soto santan, dan soto kari. Pilihan isinya berupa ayam, daging sapi, dan babat.
Dalam praktiknya, gerobak alumunium yang bagus itu tidak berhasil mengangkat penjualan. Ia tidak berhasil merangkul eks-pelanggan Bu Marbot.Â
Penjual soto itu laris hanya pada hari Jum'at, di mana pembelinya adalah mereka yang usai melaksanakan ibadah Jum'at, yang notabene bukan warga sekitar.
Sepintas faktor yang berpengaruh terhadap merosotnya minat pembeli adalah:
- Harga jual ditawarkan berada di atas gado-gado atau lontong sayur.
- Rasa makanan tidak familier di kepala dan lidah calon pembeli di sekitar.
- Penampilan gerobak yang megah mengesankan harga barang dagangan yang mahal dan dianggap konsumsi bagi kalangan atas. Padahal harga rata-rata ditawarkan cukup masuk akal, yakni Rp 17 ribu semangkuk tidak termasuk nasi.
- Kios dan gerobak soto baru buka jam 8 pagi, di mana umumnya pegawai dan warga telah berkegiatan atau sudah sarapan. Hanya calon pembeli makan siang dan sore yang masih bisa ditangkap.
Bagaimana nasib dagangan Bu Marbot?
Ibu berusia setengah abad, yang pada dasarnya memiliki ketajaman berdagang berdasarkan pengalaman berjualan makanan, sekian waktu kemudian membuka lapak tak jauh dari tempat semula. Bergeser ke lapangan parkir di bawah pohon rindang beratapkan langit dengan meja sederhana.
Barang dagangannya sama seperti sebelumnya, yaitu: gado-gado, lontong sayur, nasi uduk, dan aneka gorengan, tanpa kopi seduh. Hal yang menguntungkan adalah, lokasinya lebih kelihatan daripada sebelumnya.
Tidak butuh lama, lapak sederhana itu laris manis. Belakangan, tidak sampai setengah hari barang dagangannya sudah habis.
Dari tuturan di atas, diperoleh gambaran bahwa sebuah usaha tidak bisa begitu saja disingkirkan demi memperoleh keuntungan yang sama.
Belum tentu hal itu akan membuatnya terpuruk. Fakta menunjukkan, usaha Bu Marbot yang tersingkir dari tempatnya, tidak membuatnya tersungkur. Malahan lebih berkembang daripada sebelumnya.