Langit cerah di Minggu pagi mendadak muram oleh gerutu Umi, mengeluhkan salah satu pelanggan yang ngomel-ngomel.
Umi penjual nasi uduk berkisah, seorang yang menjabat sebagai ketua Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) telah ingkar janji mengenai pesanan. Atas kerugian tersebut, ia menegur. Namun, pria itu malah berkeras lalu marah-marah kepada ibu yang telah sepuh itu.
Pangkal permasalahan secara pasti, aku tidak mau mendengarkannya. Pun enggan menyimak gerundelan Umi yang berkepanjangan. Percuma. Hanya akan menambah sampah emosi di dalam pikiran yang sudah terlampau sesak oleh persoalan.
Diari,
Pada hari di mana Gunung Salak bertengger di atap gedung, aku sengaja membawa kotak makanan untuk wadah nasi uduk, demi mengurangi bungkus plastik. Aku rasa itu cukup untuk sarapan bertiga.
Lagi pula, menanggapi, memikirkan, dan memperdebatkan ocehan semacam itu hanya akan mengundang energi negatif. Lupakan atau abaikan saja.
Ya, sesekali aku juga mengabaikan keluhan tak berujung pangkal, gerutu, ocehan, dan segala caci-maki di lini masa medsos, termasuk di grup-grup WA. Aku hanya menyerap hal-hal baik dan berguna, seperti ungkapan penyejuk hati, pencerahan, penyemangat hidup, juga hiburan.
Aku sudah terlalu kenyang menyemburkan cacian kepada, pun menampung kemarahan dari, orang lain. Capek.
Sudah saatnya aku menghindarinya. Otakku memang tidak muat menampung ujaran-ujaran negatif.