Impor beras menjelang panen raya menuai kritik. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Jember menilai kebijakan itu terlalu dipaksakan, yang akan menyebabkan harga gabah jatuh dan membuat sektor pertanian kian ditinggalkan oleh masyarakat.
Diketahui, pemerintah mengimpor sebanyak 1 juta ton beras pada tahun 2021, demi memenuhi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan kebutuhan Bulog, yang merupakan upaya pemerintah untuk menjaga ketersediaan stok beras.
Pada tahun 2019, konsumsi beras per kapita 94,9 kilogram per tahun, atau total 29,6 juta ton per tahun. Kebutuhan konsumsi tersebut dipenuhi dari produksi domestik (26,91 juta ton) ditambah impor untuk mengendalikan harga.
Beras menjadi komoditas strategis yang ketersediaannya diatur oleh pemerintah melalui Bulog. Data kecukupan cadangan inilah yang kemudian menjadi acuan dalam menelurkan kebijakan impor beras.
Gambaran tersebut mengabaikan adanya pemburu rente di sekitar kegiatan impor sumber karbohidrat utama itu.
Padahal bila ditilik lebih jauh, selain beras ada juga pilihan bahan pangan lain sebagai sumber karbohidrat. Disarikan dari berbagai sumber, beberapa hasil pertanian lokal dapat digunakan sebagai pengganti nasi (olahan beras), sebagai berikut:
- Singkong atau Ubi Kayu. Bahan pangan ini dapat dengan mudah diperoleh di pasaran dengan harga murah (fluktuatif 650-2000 per kilogram). Singkong enak direbus, digoreng, dibakar, atau diolah menjadi berbagai bentuk penganan. Diketahui, per 100 gram singkong terdapat 40 gram karbohidrat, 165 kalori, dan kandungan lain seperti serat, gula, protein.
- Sagu. Sumber karbohidrat ini berasal dari tanaman liar, banyak tumbuh di Indonesia bagian Timur, biasanya dimasak menjadi papeda yang nikmat disantap bersama sup ikan.
- Jagung. Di luar karbohidrat, jagung mengandung vitamin, mineral, dan serat. Selain direbus, dibakar, jagung juga dibuat tepung dan aneka kudapan. Dulu, masyarakat pulau Madura mengonsumsi nasi jagung yang enak dimakan dengan ikan dan sayur bobor.
- Pisang. Ada jenis pisang yang rasanya tawar, tidak manis, seperti yang saya peroleh dari kebun sekitar. Masyarakat daerah tertentu memanfaatkan buah pisang yang masih muda sebagai teman lauk. Selain karbohidrat, pisang mengandung kalium, protein, vitamin A, dan asam folat.
- Talas. Umbi-umbian yang tumbuh di tanah basah ini kaya nutrisi yang lebih tinggi daripada singkong, yaitu: karbohidrat, protein, vitamin C, fosfor, zat besi, dan kalsium. Tekstur pulen membuatnya mudah dicerna.
- Kentang. Umbi ini nyaris tanpa lemak, rendah kalori, mengandung cukup karbohidrat, protein, serat, kalium, antioksidan, folat, dan beberapa vitamin. Rasanya yang enak disukai oleh anak-anak.
- Ubi jalar. Makanan sumber karbohidrat ini kaya akan vitamin A dan C, serat dan beragam mineral. Umbi yang disebut sebagai sweet potato ini mudah didapat di pasar dengan harga murah.
- Sukun. Buah ini dijuluki, bread fruit karena teksturnya yang mirip roti dan mengenyangkan. Sumber karbohidrat rendah kalori ini bila dibuat tepung, nilai gizinya setara dengan beras.
- Jali-jali. Berbentuk oval warna putih, enak dibuat bubur, disebut juga sebagai jangle, jelim, anajali bareh, jelei, luwong, klumba, irule, Chinese pearl wheat (gandum mutiara Cina).
Biji-bijian yang tidak berkerabat dengan gandum itu kandungan seratnya tinggi, sehingga cocok dikonsumsi oleh mereka yang sedang menjalani program diet. - Sumber karbohidrat lain, seperti ganyong dan labu kuning.
Singkong, talas, sagu, jagung, pisang, dan kentang sudah termasuk enam komoditas pangan lokal, sebagai sumber karbohidrat pengganti beras, yang dikampanyekan oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian.
Penganekaragaman itu digambarkan di dalam Roadmap Diversifikasi Pangan 2020-2024. Dengan itu, lembaga tersebut menggaungkan jargon, "kenyang tidak harus dengan nasi."
Namun faktanya, impor beras bahkan menjelang panen raya masih terus dilakukan oleh pemerintah. Dalih yang disampaikan adalah demi menjaga ketersediaan stok beras dalam negeri. Artinya, beras tetap menjadi perhatian utama dari pemerintah.
Sebagaimana diungkapkan oleh seorang pengamat pertanian, penerapan kebijakan penganekaragaman pangan berkaitan dengan pilihan pemerintah yang lebih mengutamakan komoditas padi (beras), jagung, dan kedelai yang lazim disebut pajale.
Ironisnya, ketergantungan kepada beras muncul di tengah besarnya potensi pengembangan sumber daya hayati penghasil karbohidrat tinggi sebagai pengganti nasi.