Apakah kenaikan cabai belakangan ini menurunkan rasa pedas makanan Korea?
Rasa-rasanya tidak ada pengaruh babar blas. Sekuat pedas kimchi, sekuat itu pula kultur Korea melekat di kepala sebagian warga +62.
Pedasnya harga cabai rawit sampai Rp 140-150 ribu per kilo tidak serta-merta melunturkan cita rasa pedas makanan Korea, kendati harga komoditas tersebut, seperti bahan pangan lain, tetap vulnerable.
Terlalu banyak hal dijadikan dalih oleh birokrat yang bertanggungjawab terhadap hasil pertanian, termasuk ketergantungan kepada bahan pangan impor.
Dalam hal ini, saya menahan diri untuk tidak menggunakan paradigma dependesia.
Hampiran ekonomi politik dari Andre Gunder Frank itu menyoroti ketergantungan ekonomi suatu negara kepada negara lain atau lembaga internasional, semisal World Bank, dan pengaruhnya terhadap politik domestiknya.
Tidak. Terlalu jauh pemikiran tersebut untuk artikel naif ini.
Akan tetapi kenyataan memperlihatkan, sejak zaman kuda gigit besi ketergantungan kita kepada berbagai barang impor sudah ada. Nyaris semua sendi kehidupan dirasuki barang, seni, lifestyle, dan budaya impor, kecuali jengkol dan petai.
Ketergantungan itu dipengaruhi oleh kebiasaan konsumtif yang memuja kebudayaan luar lalu mengimitasi perilaku itu, tanpa diajarkan kemampuan menginovasi, mengkreasi, dan memproduksi.
Khusus produk pertanian, kekeliruan terstruktur itu disuburkan oleh tata kelola buruk dalam produksi dan distribusi, yang kemudian membawa harga bahan pangan mengendarai jet coaster. Naik turun tanpa kejelasan kapan bisa dibereskan.
Dengan demikian, gaung yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang baru lalu untuk benci produk asing, ibarat: mencari jarum Made in China di tumpukan jerami.