Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Saat Hendak Menyampaikan Kritik dan Masukan tanpa Cukup Bukti

11 Februari 2021   08:57 Diperbarui: 11 Februari 2021   09:25 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dies natalis UI ke-71(DOK.Universitas Indonesia)[Melalui Kompas.com]

Dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021), Presiden Joko Widodo menyerukan kepada masyarakat agar lebih aktif menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah.

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan."

Selama tahun 2019, Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara layanan publik yang menempati urutan teratas (41,03 persen) diadukan oleh masyarakat kepada Ombudsman.

Pangkal pengaduan masyarakat terkait dengan praktik maladministrasi, berupa: 

  • Penundaan yang berlarut; 
  • Tidak memberikan pelayanan; 
  • Tidak kompeten; 
  • Penyalahgunaan wewenang; 
  • Penyimpangan prosedur; 
  • Permintaan imbalan; 
  • Tidak patut; 
  • Berpihak; 
  • Diskriminasi; 
  • Konflik kepentingan.

Namun tidak semua aduan atau kritik dapat dilaporkan. Lembaga seperti Ombudsman, bahkan KPK, mensyaratkan adanya bukti-bukti, dokumen, atau foto terkait peristiwa yang dilaporkan.

Pada kenyataannya, terdapat dugaan tindak permintaan imbalan, gratifikasi, dan suap kepada oknum penyelenggara layanan publik yang tidak dapat dibuktikan. Kritik menjadi hal menyulitkan ketika berhadapan dengan pembuktian.

Komplikasi Korupsi

Demikian mengguritanya, undang-undang (UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001), mengelompokkan kecurangan tersebut ke dalam:

  1. Kerugian keuangan negara;
  2. Suap-menyuap;
  3. Penggelapan dalam jabatan;
  4. Pemerasan;
  5. Perbuatan curang;
  6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
  7. Gratifikasi

Artikel ini tidak hendak mengulas satu persatu tindakan kejahatan di atas, tetapi membatasi pada pembahasan mengenai suap-menyuap dan gratifikasi. 

Perbuatan melawan hukum itu lumrah dilakukan dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemda di mana perusahaan saya berdomisili, di mana frasa "tau sama tau" adalah rahasia umum di kalangan pemborong dan pihak terkait.

Suap-menyuap adalah perbuatan memberi atau menjanjikan kepada pihak yang menentukan dalam proses pengadaan. Gratifikasi adalah tindakan memberi barang atau uang kepada penyelenggara pemerintah yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan hukum. 

Oknum penerima tersebut biasanya meliputi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) beserta jajarannya, Panitia Lelang, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), dan Pemeriksa.

Dua hal tersebut tergolong dalam korupsi proyek yang diongkosi oleh APBN atau APBD. Modus suap-menyuap dan gratifikasi berjalan bersisian dengan perbuatan curang lainnya.

Praktik Korupsi dalam Pengadaan

Pengadaan barang dan jasa pemerintah berlangsung melalui kanal Pengadaan Langsung (PL), Lelang (tender), dan mekanisme lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

PL dan tender sejatinya dilaksanakan secara transparan dengan prinsip fairness yang diatur dalam ketentuan yang rumit. Maka proses pengadaan bisa diikuti oleh siapa saja yang memenuhi peraturan.

Praktiknya, saringan amat rapat itu dapat ditembus dengan "teknik tertentu" oleh oknum pemborong.

Kedekatan Hubungan

Di lingkungan Pemda, dikenal suatu aturan tidak tertulis, bahwa pemborong putra daerah diprioritaskan untuk mendapatkan kue APBD setempat.

Aroma suap-menyuap dan gratifikasi menguar di sekitar hubungan itu. Pemborong berlomba-lomba melakukan pendekatan kepada pejabat penentu proyek. Maka tidak mengherankan, jika di antara pemborong terdapat teman dekat atau kerabat sang pejabat.

Pengadaan Langsung

Metode PL paling banyak ditawarkan, meliputi proyek bernilai maksimum Rp 200 juta dan Rp 50 juta untuk konsultan (keadaan sampai akhir tahun 2018). Dipahami, melalui proyek bernilai kecil, pemerintah hendak memakmurkan pengusaha UMKM lokal.

Di kalangan pemborong dikenal plotting atau penjatahan pekerjaan, yang berhubungan dengan commitment  fee berupa suap kepada oknum pejabat pengadaan di Pemda. Seorang pemborong yang tidak mau memberikan komitmen, mustahil akan mendapatkan proyek.

Tender

Tender atau lelang adalah metode pengadaan barang dan jasa pemerintah yang bernilai di atas batas nilai PL. Peraturan membolehkan siapa saja yang berdomisili di wilayah Indonesia untuk mengikuti tender secara elektronik.

Pelaksanaan lelang dilakukan dengan terbuka, dari mulai pengumuman, aanwyzing (tanya jawab), jumlah peserta beserta harga yang ditawarkan, sampai dengan pengumuman penetapan pemenang.

Namun jangan coba-coba ikut tender bagi peserta lugu tanpa bekal apa-apa. Probabilitas untuk menang adalah 0,01 persen.

Selama mengikuti lelang, saya dan teman-teman pemborong menyiapkan komitmen. Biaya-biaya itu berkaitan dengan panitia pengadaan, kantor unit lelang (ULP), PPK, Pemeriksa. Perkeliruan itu akan panjang bila diceritakan.

Butuh "biaya" untuk menjadi pemenang dalam tender tertentu. Tanpa itu, lupakan ikut lelang secara elektronik, kecuali sebagai latihan keterampilan mengikuti tender saja.

Di dalam kegiatan membangun kedekatan hubungan dengan oknum pejabat Pemda, seorang pemborong lumrah melakukan suap dan gratifikasi demi memperoleh pekerjaan melalui PL dan menjadi pemenang dalam sebuah tender,

Biaya tersebut berkisar antara 2-5 persen dihitung dari nilai proyek setelah dipotong pajak-pajak. Untuk pengeluaran dimaksud, tidak akan ada secuil kertas, dokumen, foto yang menyatakan adanya transaksi itu.

Kesimpulan

Praktik suap, gratifikasi, dan modus kecurangan yang mengikutinya dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di Pemda sulit dibuktikan.

Sejauh ini, saya tidak mengetahui adanya bukti-bukti, dokumen, atau foto pendukung yang bisa membuktikannya. Ketiadaan salah satu syarat yang menjadikan peristiwa tindak pidana korupsi semacam itu sulit dilaporkan kepada pihak berwenang.

Pelaku yang terlibat, dalam hal ini pemborong, enggan melaporkannya, demi melindungi oknum pejabat. Dengan itu pula, oknum memastikan dapur sang pemborong tetap berasap. Sebuah simbiosis mutualisme yang tidak etis.

Bagaimana menyampaikan kritik pejabat publik perihal korupsi (suap-menyuap dan gratifikasi) tanpa dasar pembuktian?

Saya tidak memiliki solusi, selain menonton.

Sumber rujukan: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun