Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Surat kepada Sahabat

31 Januari 2021   19:57 Diperbarui: 31 Januari 2021   20:10 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Rumah Pena Inspirasi Sahabat. Dok: RTC.

Mulanya inginku tersendat, apakah akan menulis surat atau bermunajat?

Sahabatku,

Pembuka tahun 2021 membawa kabar pilu berkabut sendu yang tidak berkesudahan. Musibah bencana alam melanda di sejumlah wilayah Indonesia.

Tanggal 9 Januari, terjadi longsor di Kecamatan Cimanggung, Sumedang yang menyebabkan lebih dari seribu warga mengungsi dan puluhan orang kehilangan jiwa. Tiga hari kemudian banjir merendam Kalimantan Selatan dan merenggut nyawa belasan orang.

Belum usai derita, gempa bumi dengan magnitudo 5,9-6,2 melanda Mamuju - Majene, Sulawesi Barat. Tersiar kabar, sampai dengan Minggu 17/1/2021 pukul 20.00 WIB  telah berpulang 81 jiwa.

Dalam waktu hampir bersamaan, hujan berintensitas tinggi menumpahkan banjir yang meruntuhkan struktur tanah di Manado, Sulawesi Utara. Lima ratus pemukim bereksodus dan lima orang menghembuskan napas terakhirnya. Menyusul terjadinya erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur.

Sebetulnya, longsor, banjir, erupsi gunung, gelombang tinggi, angin puting beliung dan cuaca ekstrem lain juga melanda berbagai daerah di Indonesia. Namun terlalu panjang apabila disebut satu persatu.

Sahabatku,

Walaupun bencana alam timbul karena bukan kuasa kita, namun tetap saja ia membawa duka lara yang sangat mendalam. Tidak hanya menyisakan sedih bagi warga yang terdampak di sana, tetapi juga membuat perih yang di sini.

Aku terbata-bata tanpa mampu mengucapkan kata duka, mendengar kabar bahwa kamu ada di sana.

Sahabatku,

Untuk melupakan sejenak kabar muram itu, ada baiknya aku membongkar kenangan. Aku mengenalmu sebagai murid pindahan, setahun sebelum lulus SMA, yang duduk bersebelahan denganku. Aku adalah teman pertamamu di sekolah itu. Kamu demikian baik. Aku senang berteman denganmu.

Eh, kok ndilalah kita masuk di perguruan tinggi dan fakultas yang sama. Barangkali kita sejiwa. Memang dalam beberapa hal ada kesamaan sifat di antara kita, kendati tidak bisa dimungkiri terdapat perbedaan yang sangat mendasar.

Sahabatku,

Hari pertama masuk kampus, kita berdua kena hukum senior. Menurutku kesalahannya sepele, kita berdua datang dengan mengendarai sepeda motor. Kamu naik bebek berwarna hijau pupus, aku memakai bebek merah cabai. Sama merek dan sama menyalanya.

Rupa-rupanya, membawa sepeda motor ke kampus diharamkan semasa Ospek. Namun dibalik hukuman itu, terdapat hikmah yang bisa kupetik: kita semakin dekat, menyala dengan motor serupa.

Sahabatku,

Kuliah adalah telaga keindahan tanpa tepi. Selalu bersamamu adalah kegembiraan. Kamu adalah keindahan itu sendiri. Apakah kamu merasakannya?

Kamu pasti ingat. Karena aku selalu ingat. Banyak yang mengira kita adalah dua sejoli yang selalu menyala dengan sepeda motor hijau pupus dan merah cabai. Sebuah kebersamaan yang pada akhirnya tiba di tepi.

Kamu pindah ke kota di lain pulau. Dibawa oleh suamimu.

Aku sempat berharap, ada keterpaksaan. Kamu tidak mencintainya lalu memberontak, melarikan diri ke pelukanku. Tetapi itu di sinetron. Dan juga realitanya, aku tidak pernah sekalipun menyatakan satu hal yang pasti kepadamu.

Sahabatku,

Sesungguhnya aku tidak ingin menepi dari telaga keindahan, tetapi aku hanya bisa menyalakannya dalam bisu. Meskipun demikian, aku tetap mengasihimu sebagai sahabat. Sungguh. Kamu adalah milik suami dan anak-anakmu.

Sekarang aku hendak bermunajat demi kebahagiaanmu, berdoa paling khusyuk untuk ketenteramanmu sekeluarga nun jauh di sana.

Sahabatku,

Surat ini ditulis karena kabar pilu yang kuterima mengabutkan kedua mataku dalam sendu yang tidak berkesudahan.

Aku demikian berduka, terbata-bata tanpa kuasa berkata-kata.

Selamat jalan sahabatku.

Sumber rujukan: 1, 2

Catatan: 
karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Surat Rindu untuk Sahabat yang Berduka

Logo Rumah Pena Inspirasi Sahabat. Dok: RTC.
Logo Rumah Pena Inspirasi Sahabat. Dok: RTC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun