Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Hindari 5 Hal Ini agar Bisnis F&B Bisa Langgeng

19 Januari 2021   08:57 Diperbarui: 20 Januari 2021   19:52 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Freepik/peoplecreations)

Sebagaimana halnya jatuh cinta, perhatian tulus dari pemilik merupakan nyawa bagi bisnis F&B. 

Seorang sahabat mengajukan pensiun dini dari jabatannya sebagai customer service di sebuah bank swasta nasional. Sebagian besar uang pesangon yang diterima diinvestasikan dalam bentuk rumah. Sisanya berupa tabungan.

Agar mendapatkan penghasilan, ia menggagas keinginan berbisnis. Untuk merealisasikan rencana usaha itu, saya memberikan beberapa pertanyaan:

  • Dipandang dari sisi minat, bakat, dan kesenangan, pilihan usaha apa yang dirasa paling sreg? .
  • Berapa banyak dana yang ditanamkan?
  • Sudah siapkah untuk menekuni usaha sepenuhnya?
  • Bisakah konsisten menjalankan usaha apa pun yang terjadi?
  • Dan, apakah bisnis yang akan dijalankan sekadar ikut-ikutan?

Masih banyak lagi pertanyaan dikemukakan, termasuk, siapakah yang beruntung mengisi hatinya? Enggak ding! Bercanda.

Jawaban atas pertanyaan di atas mencerminkan keseriusan dari calon pelaku bisnis.

Dipilihnya kegiatan membuka warung Bakso dan Mi Ayam, dengan pertimbangan, makanan itu adalah favoritnya. Mestinya produk kuliner itu digemari banyak orang, sehingga probabilitas tingkat penjualannya bisa dianggap tinggi. Selain itu, asisten rumah tangganya pernah terlibat dalam proses produksi bakso.

Keunggulan lain, single parent berputra satu itu pandai memasak. Baginya, bukan sebuah hal rumit untuk mencari dan mengembangkan masakan bercita-rasa lezat.

Oleh karena itu, saya merakit kalkulasi sebagai panduan menjalankan usaha kuliner itu. Lumayan panjang. Barangkali pada kesempatan lain akan digambarkan.

Singkatnya, berdasarkan kepastian usaha dari yang bersangkutan dan perhitungan keekonomian, saya mulai berburu perlengkapan dan tempat usaha. Tidak terlalu lama, sebuah tempat strategis berharga sewa terjangkau didapatkan.

Sementara menunggu gerobak aluminium selesai dirakit, tempat itu direnovasi dengan warna cerah dan ditingkatkan pencahayaannya. Tempat terang memberi kesan ruang bersuasana lapang juga bersih yang akan menarik perhatian calon pengunjung.

Tidak lupa, dipilih nama yang gampang diingat dan berkesan kuat agar mengundang orang untuk datang.

Selama test panel atau mencoba hasil masakan sebelum dijual, bakso dan mi ayam dalam porsi lengkap terasa enak di lidah. Lebih baik dibanding bakso dan mi ayam pada umumnya.

Saya merasa percaya diri dengan produk tersebut akan diterima pasar, sepanjang si pembuat konsisten dengan standar kualitas tersebut.

Tempat sudah tertata rapi, spanduk bertuliskan menu utama terpasang, menu tertempel di dinding, gerobak aluminium dilap, peralatan berada di tempat masing-masing, bahan dagangan tersusun dengan cantik, dan server alias peracik sudah siap di tempat.

Pada awal penjualan, pengunjung kebanyakan adalah kerabat, sahabat-sahabat, dan para kenalan pemilik usaha. Lama-kelamaan bermunculan pengunjung baru, yang penasaran dengan warung gres. Kelak didapat pengunjung tetap. Dibutuhkan kiat tersendiri untuk menjaga kesetiaan para pelanggan tersebut.

Gambar bakso dan mi ayam adalah dokumen pribadi.
Gambar bakso dan mi ayam adalah dokumen pribadi.
Setelah berjalan tiga bulan, bermunculan penggemar yang kemudian rutin membeli bakso atau mi ayam. Bahkan sebagian pembeli datang dari jauh. Sempat tenar, karena diliput oleh sebuah media lokal yang fokus kepada produk kuliner. Sebuah permulaan yang bagus.

Biasanya, usaha kuliner perlu waktu satu sampai satu setengah tahun untuk melewati masa kritis agar dapat menancapkan eksistensinya.

Saya tidak terlalu intens memonitor perkembangan. Sekian bulan sesudahnya saya tidak mendengar hal buruk tentang warung itu.

Tujuh atau delapan bulan setelah pembukaan, saya mampir ke gerai itu. Pemilik warung tidak kelihatan. Saya memesan satu mangkuk bakso dan satu mangkuk mi ayam. 

Selain rasanya segar dan gurih, saya doyan memakannya. Namun ada perbedaan rasa dibanding produk awal. Setelah saya wawancarai, peracik mengaku bahwa komposisinya berubah. Penurunan kualitas produk terjadi sejak pemilik warung tergoda iming-iming bisnis lain.

Perjalanan mengikuti pertemuan-pertemuan di Jakarta dan kota sekitar membuat wanita berusia matang itu jarang datang ke warung. Biaya operasional bisnis baru itu, sedikit banyak, telah menyedot keuangan warung.

Jumlah pembeli pun merosot, bukan hanya disebabkan oleh melorotnya kualitas, tetapi karena warung sering tutup.

Dengan kata lain, masih pada periode awal yang amat kritis, usaha warung bakso dan mi ayam dinomor-duakan demi meluaskan jaringan bisnis produk suplemen kesehatan impor tersebut yang, konon, sangat menjanjikan.

Setahun kemudian terinformasi, bahwa gerai tersebut tutup total. Semoga wanita kuning langsat (mantan) pemilik warung bakso dan mi ayam itu nyaman dengan usaha barunya. Aamiin.

Dengan mengabaikan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi (ceteris paribus), dari gambaran di atas dapat dipetik beberapa pelajaran, sebagai berikut:

  1. Hindari kebosanan dan jalankan usaha dengan penuh ketekunan (konsisten). Dengan itu, akan diperoleh kiat-kiat mengelola usaha.
  2. Hindari lemah ikhtiar atau rasa putus asa menghadapi penjualan yang fluktuatif. Orang putus harapan mudah terpikat iming-iming gemerlap usaha lain.
  3. Hindari terlalu membiarkan usaha dijalankan (manajerial) oleh orang lain, kecuali mampu membayar pengelola khusus sebagai wakil terpercaya.
  4. Hindari pemakaian modal usaha untuk keperluan pribadi, apalagi bisnis lain. Gunakan mekanisme utang.
  5. Hindari pengabaian terhadap kinerja usaha, karena perhatian secara penuh mutlak dibutuhkan. Perhatian tulus dari pemilik ibarat memberi nyawa bagi warung atau usaha.

Dengan demikian, menghindari lima hal di atas adalah pilihan bijak agar usaha F&B atau kuliner yang baru berjalan mampu melewati masa kritis, sehingga langgeng eksistensinya sebagai usaha.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun