Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Distrust terhadap Vaksinasi dan Mobil Small Slow Ugly

16 Januari 2021   10:10 Diperbarui: 16 Januari 2021   10:19 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Pexels dari pixabay.com

Vaksinasi telah dimulai, namun segelintir pihak meragukan, bahkan menolaknya dengan berbagai dalih. Ribka Tjiptaning, dalam forum resmi DPR-RI, berkeras menolak disuntik vaksin.

Keengganan serupa disampaikan oleh sebagian masyarakat, dengan alasan cemas terhadap efek samping yang bakal mengganggu kesehatan dan ihwal kehalalannya. Selama pekan ini saja, jagat Twitter diramaikan oleh tagar #TolakDivaksinSinovac.

Daripada membahas gejala ketidakpercayaan terhadap vaksinasi, lebih baik kita membicarakan mengenai dunia otomotif beserta dinamika yang menyelimutinya.

Small, Slow, Ugly

Pada tahun 1954, Joe Vittone melalui EMPI California mengimpor mobil Jerman. Bersama Holt Haughey, pria keturunan Italia itu mengageni Volkswagen menggunakan dealership European Motor Products Incorporated yang pada perkembangan berikutnya bertransformasi menjadi Engineered Motor Products Incorporated.

Mobil bermesin 1.200 CC berkonfigurasi flat 4, aksesoris minim, bertenaga 36-40 HP itu resmi menjelajahi highway di Amerika dengan santai. Tidak butuh lama, warga Amerika pun nyinyir dan melabeli mobil mungil itu sebagai: SMALL, SLOW, UGLY car.

Mereka terbiasa dengan kendaraan produksi sendiri yang bermesin besar (3.500-6.000 CC, V6 dan V8), bertenaga ratusan HP, berjuluk MUSCLE CAR dan mengasapi VW Kodok nan lamban.

Kemudian waktu meruntuhkan gejala distrust atas soal otomotif. Kendaraan serba bulat itu menjadi demikian populer. Tidak hanya di Amerika, tetapi di seluruh dunia. VW Kodok pun gagah bersanding dengan muscle car yang tambun dan rakus, juga percaya diri berlaga di ajang balap mobil jarak 1/4 mil atau 402 meter (drag race).

Gambar oleh mariolopez_photografy dari pixabay.com
Gambar oleh mariolopez_photografy dari pixabay.com
Pada tahun tahun 70an, mobil-mobil buatan Jepang melakukan penetrasi secara agresif ke pasar otomotif Indonesia. Distrust muncul di sebagian kalangan masyarakat Indonesia yang nyinyir, "mobil kok kayak kaleng kerupuk, bodinya tipis."

Sebelumnya, mereka terbiasa memakai kendaraan bikinan Amerika, Sovyet, dan Eropa yang berplat tebal (1,2 mm atau lebih), tanpa pernah berhasil menciptakan moda transportasi darat tersebut.

Dalam tataran lebih besar, peristiwa Malari adalah gerakan penolakan terhadap mengalirnya investasi dari Negara Matahari Terbit.

Kemudian waktu membuktikan, mobil efisien bahan bakar dan gesit itu membelah jalanan Indonesia yang sempit dan disukai oleh kebanyakan masyarakat. Kini, dengan mudah dapat ditemui bermacam merek kendaraan buatan Jepang di sekitar.

Gejala-gejala distrust publik di atas telah luntur seiring dengan berjalannya waktu dan pembuktian performa.

Vaksinasi

Vaksinasi di Indonesia telah dimulai, ditandai dengan penyuntikan vaksin Sinovac pertama kepada Presiden Joko Widodo, Rabu (13/1/2021) di Istana Merdeka, Jakarta.

Terlepas dari muasal pembuatnya, sebetulnya Indonesia bukanlah negara pertama penerima vaksin. 

Sebelumnya negara Kanada, Mexico, dan Amerika Serikat telah memberlakukan vaksinasi, kendati timbul kecemasan publik tentang dampak negatifnya. Amerika, melalui Food and Drug Administration (FDA), menerbitkan izin darurat untuk penggunaan vaksin melawan Covid-19.

Demikian pula, Badan POM RI telah menerbitkan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (UEA) vaksin Sinovac pada tanggal 11/1/2021.

Akhirul Kata

Penyuntikan perdana para tokoh dan penerbitan izin darurat penggunaan vaksin merupakan upaya untuk menangkal distrust publik, yang meliputi: keraguan, ketidakpercayaan, kecemasan terhadap ekses vaksinasi.

Sayangnya, sampai saat ini, penganut distrust  tidak memiliki penangkal virus korona sebagai solusi.

Apakah distrust terhadap vaksinasi akan luntur? Kita lihat saja nanti.

Apakah distrust timbul karena komunikasi publik dari pemerintah untuk meredam perilaku sebagian komponen masyarakat itu belum efektif? Para stakeholder lah yang akan menjawabnya.

Pada akhirnya, kita yang tidak mau terjangkit fenomena distrust, atau kurangnya kepercayaan, berusaha membuka mata dan hati terhadap pengetahuan terlihat, diyakini kesahihannya, dan diterangkan oleh para pakar yang kompeten mengenai vaksinasi.

"Efek samping dengan derajat berat seperti sakit kepala, gangguan kulit dan diare hanya sekitar 0,1 sampai 1%. Efek samping itu tidak berbahaya dan dapat pulih kembali," kata Ketua BPOM, Penny Lukito.

Semoga bermanfaat.

Rujukan: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun