Makhluk berbulu lembut itu menggeliat, merendahkan tubuh, berjingkat-jingkat mengendap-endap, lalu menyambar gurami asam manis di atas meja makan kayu jati.
Seorang kawan baik, yang tidak etis jika disebutkan namanya di sini, mengundang Pono untuk sebuah perayaan.Â
"Hanya sebuah acara syukuran sederhana."
Teman bangku waktu SMA itu bukanlah siswa pandai dalam semua mata pelajaran, tetapi bukan juga tergolong siswa bernilai buruk. Para guru selalu menuliskan tinta biru dalam rapornya.
Badan kecil, namun akal kancil. Maka dari itu, duduk sebangku dengan Pono adalah taktik cerdik.
Taklama setelah lulus, ia duduk di kursi kantor Pemda. Seorang pejabat memasukkannya sebagai pegawai honorer. Entah sejak kapan, pria cerdik itu kemudian diangkat menjadi pegawai negeri tetap.
Selain cerdik, ia juga gesit dalam menapaki karier. Pelan namun pasti, anak tangga pangkat dan golongan dinaikinya
Sempat beredar bisik-bisik, bahwa jenjang jabatan itu diperolehnya melalui jalur tidak jujur, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pono mendaratkan pantat di atas sejuknya sofa Italia berlapis kulit sapi. Tepat di atas meja kayu mahoni tergantung lampu bercahaya kekuningan.
Demikian besarnya lampu kristal itu, sehingga ia menerangi lantai marmer yang berkilau, juga dinding berwarna hijau pastel, di mana pada salah satu bidangnya terletak lukisan-lukisan memukau.
Rumah baru ini keterlaluan besarnya, terletak di kawasan perumahan elite yang hanya dipunyai oleh para pejabat dan pengusaha kelas kakap.
Pengusaha kasta teri seperti Pono cukup puas mengagumi kemegahan dan kemewahan properti itu. Memilikinya adalah mimpi.
Sambil menggendong kucing imut-imut, kawan karib itu menghampiri.
Pono memajukan tangan, "selamat ya atas rumah baru dan jabatan karier tertinggi di Pemda."
Lelaki itu semringah. Tangannya mengelus hewan peliharaan yang jinak, "tadinya Mpus ini adalah kucing garong, kerap nyolong lauk di meja makan."
Dengan hidung mengembang ia menjelaskan, hal itu berkat didikan dan perawatan cermat.
Dibawanya ke salon khusus hewan setiap dua hari sekali. Diberinya tempat tidur mewah khusus kucing. Dibelikannya makanan impor agar kucingnya merasa kenyang dan nyaman.
Perbincangan semakin hangat, ketika mengenang kenakalan waktu remaja.
Pejabat itu terbahak-bahak, mengingat bagaimana dirinya yang tidak becus dalam semua mata pelajaran bisa mendapatkan nilai bagus. Mereka tertawa sampai mengeluarkan air mata.
Kucing imut-imut menggeliat, melepaskan diri dari pangkuan majikannya, karena mencium aroma merangsang yang berasal dari ruang makan.
Ekor mata Pono mengikuti mamalia lucu pemakan daging itu sedang merendahkan diri, berjingkat-jingkat, mengendap-endap menuju meja makan.
Lalu dengan kecepatan sangat mengagumkan, hewan karnivora tersebut menyambar gurami asam manis kemudian membawanya kabur menuju halaman depan.
Kucing imut-imut milik Sekretaris Daerah yang baru dilantik itu telah mengembalikan kebiasaan lamanya sebagai kucing garong dengan cerdik.
Dalam pelarian ia menabrak kaki seorang pria, yang mendesak masuk ke dalam halaman depan bersama tujuh pria berpakaian serba gelap, bersenjata lengkap dan bertopeng hitam.
Mereka baru saja datang menggunakan dua mobil MPV hitam, bernomor polisi B 1234 UFK dan B 5678 UKB plat merah, dengan membawa Surat Penggeledahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI