Bahkan gigil Desember pun akan dihangatkan oleh senyumnya yang menggoda.
Hampir setiap pria yang memandangnya dapat dipastikan akan jatuh cinta. Senyum manisnya meruntuhkan hati pria yang melihatnya.
Namun posisinya yang selalu berhubungan dengan banyak tamu laki-laki membuatku cemburu.
***
Vinny, begitulah namanya kerap dipanggil, adalah bartender wanita sebuah kafe yang terletak di Jalan Wijaya, tempat hangout yang selalu ramai dikunjungi eksekutif muda.
Di situlah aku mengenal Vinny, gadis ramah rambut digelung ke atas memperlihatkan lehernya yang jenjang. Pastinya, keramahan itu bagian dari prosedur standar operasional kafe. Aku merasa, senyum manisnya yang meruntuhkan itu sering dialamatkan kepadaku.
Tapi memang benar, senyumnya yang menggoda lebih banyak ditujukan kepadaku. Dari itulah aku berkenalan dan kemudian berani memegang tangannya yang lembut.
Bisa ditebak, hari-hari selanjutnya aku kerap mendatangi kafe itu ketika Vinny bertugas. Tidak pada setiap kesempatan, demi menghindari kecurigaan. Keakraban dengannya membuatku menunggu Vinny selesai bertugas, kemudian mengantarkannya pulang.
Hanya sampai mulut gang di tepian jalan Duren Tiga yang terpisahkan oleh ciuman menggelora.
Tetapi ada satu hal yang memicu rasa penasaranku mengenai Vinny. Ketika melucuti seluruh pakaiannya pada temaramnya lampu kamar hotel, terlihat guratan-guratan putih di sekitar perutnya. Aku mengenali pertanda itu.