Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasang Iklan Baris demi Mencari Wanita Muda

19 November 2020   07:06 Diperbarui: 19 November 2020   07:14 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi iklan baris di media cetak (dokumen pribadi)

Dibutuhkan: wanita usia 17-25 th, kerja di luar negeri, gaji jutaan, syarat: berpenampilan menarik, ijin tertulis dari orang tua/suami,  hub. 021******* dan 081********

Begitulah kurang lebih isi iklan baris di sebuah harian terbitan Jakarta pada tahun 2003. Iklan itu mengambil 2 kolom iklan lowongan yang menyasar pembaca kalangan menengah kebawah dan dimuat setiap hari. 

Selain harganya murah, koran harian berisi berita-berita lokal, kriminalitas, olahraga, selebritas dan kemasyarakatan itu, memiliki cakupan luas dengan tiras 600.000 eksemplar perhari (Mei - Juni 2005, AC Nielsen).

Saat itu saya diperbantukan di sebuah perusahaan pengerah tenaga kerja ke luar negeri. Saya sengaja memasang iklan lowongan di harian milik salah satu menteri zaman Orba untuk menggaet sebanyak-banyaknya pelamar.

Berdasarkan foto dan keterangan dalam surat lamaran, saya memilih kandidat yang sekiranya memenuhi kriteria.

Apa saja kriterianya?

Usia masih muda, penampilan menarik (baca: cantik atau sedap dipandang), dan diijinkan secara tertulis oleh orang tua atau suaminya, jika sudah berumahtangga.

Oh ya, kandidat mesti menguasai seni budaya tradisional, kendati tidak harus istimewa.

Bagaimana latar belakang pendidikan dan pengalaman?

Tidak ditentukan latarbelakang pendidikan dan pengalaman. Bila memenuhi kualifikasi dan diterima, maka kandidat diundang untuk mengikuti audisi.

Setiap bulan, bersama pimpinan lainnya dan orang-orang Jepang, saya menjadi komite penyeleksian dalam sebuah audisi. Memilih dari sekitar 90 - 100 wanita muda berpenampilan menarik.

Oleh para kandidat, "penampilan menarik" itu diterjemahkan berdasarkan arti leksikal atau secara harfiah.

Maka dalam audisi itu muncullah wanita-wanita muda dari berbagai daerah dengan pakaian aduhai: rok mini dan blus dengan belahan dada lebar.

Dari sekian banyak kandidat, terpilih 10 - 15 orang. Belakangan saya baru mengerti, orang Jepang yang hadir dalam audisi mempunyai "selera" khas dalam menentukan pilihan. Menurut pandangan mata kebanyakan, seorang wanita dianggap cantik tetapi belum tentu menjadi pilihan orang Jepang tersebut.

Belakangan saya baru mengerti, yang terpilih adalah wanita lugu yang memiliki "bakat cantik". Barangkali semacam inner beauty.

Wanita-wanita terpilih akan dilatih di balai pelatihan milik perusahaan. Setelah melalui screening dari beberapa instansi pemerintah Indonesia dan memperoleh eligible letter dari pemerintah Jepang, para wanita muda itu berangkat ke negeri Sakura selama 3 bulan dengan opsi perpanjangan waktu untuk  3 bulan berikutnya.

Mereka dikirim sebagai "duta budaya" ke Jepang, yang pada kenyataannya bekerja di tempat-tempat hiburan malam . Tempat semacam itu biasanya dikuasai mafia Jepang.

Bisa jadi orang Jepang yang hadir dalam audisi setiap bulan adalah anggota Yakuza, meski tampang dan perilakunya tidak menggambarkan sebagai mafia.

Pendek kata, sesudah 6 bulan wanita muda yang pulang dari Jepang wajah dan penampilannya berubah 180 derajat. Menakjubkan, bikin pangling. Saking kerennya bisa dibandingkan dengan selebritas. Selain berpenampilan keren, mereka mampu membeli sawah di asalnya.

Kalau dibawa ke Plaza Senayan, Jakarta, tidak malu-maluin, sepanjang tidak bersuara.

Kalau malam, mereka dengan mudah dapat ditemui di diskotik Embassy, Taman Ria Senayan. Itu duluuuu ...!

Sebetulnya pemerintah Jepang sangat ketat dalam menyaring pendatang yang dicurigai akan melakukan praktik prostitusi.

Untuk menyiasatinya, beberapa oknum di negara kita "mengemas" wanita muda itu dengan kemampuan seni budaya lokal, yang juga melibatkan beberapa instansi. Dengan itu, para wanita muda itu dianggap eligible atau lolos untuk masuk ke Jepang dengan visa kunjungan, bukan visa bekerja.

Jadi patut diduga, pengiriman wanita muda sebagai "duta budaya" ke negara Jepang hanya sebagai kedok belaka dari prostitusi terselubung.

Saya bergabung dengan sindikat itu tidak terlalu lama. Hati nurani menafikan gelimang bisnis tersebut.

Semoga modus duta budaya semacam itu sudah tidak ada lagi saat ini.

Sumber rujukan: 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun