Kecuali menyangkut keperluan adat, ritual, wisatawan, farmasi dan tempat-tempat yang diizinkan berdasarkan peraturan.
Dari paparan di atas dapat ditarik benang merah, sebagai berikut:
- Minuman beralkohol akan saling pengaruh mempengaruhi dengan jenis musik tertentu dan kemudian perselingkuhan. Di sebagian kota besar ia sudah menjadi gaya hidup.
- Minuman beralkohol berurusan dengan perputaran uang, di dalamnya terkait oknum-oknum yang turut melestarikan perkeliruan dalam peredarannya. Di daerah tertentu, terkesan bahwa aparat "tutup mata", sehingga minol beredar bebas bahkan di sekitar pemukiman. Konsumennya siapa saja, termasuk generasi penerus bangsa.
- Diduga di dalamnya terbuka "ruang negosiasi" Â antara pengecer/pengoplos ilegal dengan oknum. Hal tersebut menggambarkan tumpulnya penegakan hukum atas peredaran minol.
Dengan demikian, mengatasi persoalan penegakan hukum atas peredaran minol adalah hal yang paling mendesak, bukan semata membahas RUU Minuman Beralkohol.
Jangan sampai, kelak, ancaman sanksi pidana menjadi ruang negoisasi antara pelanggar ketentuan Larangan Minuman Beralkohol dengan oknum penegak hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H