Pada masa itu keadaan masih kacau balau. Apalagi dengan kedatangan pasukan sekutu yang ditumpangi oleh tentara NICA (Nederlands Indie Civil Administration), membuat keadaan semakin mencekam.
Karena itu, Ayah mengubur dokumen yang berhubungan dengan keikutsertaannya dalam Tentara Rakyat Indonesia. Sayangnya, bertahun-tahun kemudian, setelah keadaan aman, Ayah tidak ingat tempat tepatnya Ia memendam berkas tersebut.
Keterangan dalam dokumen itu seharusnya dapat membuat Ayah berpangkat militer. Diakui sebagai orang yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan. Juga kesaksian dari sesama pejuang, atau dari orang yang mengenalnya sebagai pejuang, akan membuat seseorang menjadi veteran pejuang kemerdekaan.
Om Achmad mengejar gelar pahlawan itu demi menaikkan jabatan. Juga untuk mendapatkan imbalan dari negara. Peluang inilah yang tidak pernah dimanfaatkan oleh Ayah.
"Untuk apa? Cukuplah, rasa bangga turut dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Mengakali dokumen adalah mencuri dari negara, seperti halnya korupsi dan menyia-nyiakan waktu bekerja."
Aku tercenung lalu tersenyum. Ayahku secara resmi bukanlah veteran, pahlawan pejuang kemerdekaan. Tetapi bagiku, beliau adalah pahlawan yang berjuang melindungi keluarga.Â
Ayah selalu membesarkan hatiku, ketika menangis ditusuk jarum suntik, saat Aku merasa sendiri di hari pertama sekolah, dan memeluk manakala Aku sakit, serta membangkitkan semangat belajar ketika Aku lelah.
Terpenting, Ayahku telah mengajarkan nilai-nilai yang baru kupahami setelah Aku dewasa.
Aku menaburkan bunga-bunga diiringi semilir angin di bawah kesejukan kamboja.
Selamat Hari Pahlawan 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H