Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tidak Mendapat BLT, tapi Pelaku Usaha Mikro Ini Tetap Optimis

3 November 2020   18:15 Diperbarui: 9 November 2020   18:25 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bakwan tersisa dibungkus (dokumen pribadi)

Air dalam botol diminumnya. Sisanya disiramnya ke sekeliling perutnya yang membuncit. Wanita itu menarik napas dan mengejan. Makhluk mungil keluar dari rahimnya dengan lancar, tanpa pertolongan siapapun.

Padahal sebelumnya Dokter menyarankan operasi caesar. Usia wanita itu 42 tahun ketika mengandung benih dari hasil penikahannya. Saat itu suaminya tidak cukup uang untuk biaya operasi.

Syahdan, suaminya risau memikirkannya. Ia pun berjalan kaki pulang ke rumah. Pikirannya melanglang bingung saat seorang kakek menyeru.

"Sini Nak! Air ini untuk istrimu agar diminum dan disiram kepada kandungannya."

Kakek berpakaian serba putih itu sepertinya bisa membaca kegundahan hati suaminya.

Selanjutnya terjadi peristiwa di atas, persis seperti diceritakan oleh seorang wanita penjual nasi uduk dan gorengan di perkampungan belakang kompleks.

***

Lebih dari dua puluh tahun sejak menikah pasangan tersebut belum dikaruniai momongan. Katanya, tanda-tanda kehamilan muncul setelah wanita itu bersedekah kepada musafir.

Bu Santi, demikian orang memanggilnya, menamakan putranya Aldino, singkatan dari "Alhamdulillah Dia Nongol".

Satu tahun setelah kelahiran Aldino, ia menjadi anak yatim, ditinggal pergi untuk selamanya oleh Ayahnya.

Kehidupan mesti berlanjut!

Dengan segala daya upaya Bu Santi membesarkan anaknya dan menjaga ibunya yang berusia 80 tahun ditambah 4 anak asuh yang dipesantrenkan.

Tiada pekerjaan tetap, tetapi wanita tangguh itu memaksimalkan kemampuan dalam mengolah makanan.  Selama itu Ia berdagang di pasar, bekerjasama dengan pihak ketiga. Kerjasama tersebut akhirnya kandas.

Baru dua minggu terakhir, orang tua tunggal itu membuka usaha penjualan penganan, menempati teras rumah yang diiklankan "sedang dijual". Barang dagangan berupa: nasi uduk, bihun dan mi goreng, serta gorengan (tempe, bakwan, risoles, pisang).

Saat foto dalam ilustrasi diambil jam setengah sepuluh pagi, gorengan tersisa bakwan. Ibu yang tomboy itu bersiap ke pasar, untuk belanja beberapa bahan baku. Akan buka lagi setelah lohor sampai sore harinya.

Ilustrasi bakwan tersisa dibungkus (dokumen pribadi)
Ilustrasi bakwan tersisa dibungkus (dokumen pribadi)
Menurut pengakuannya, modal yang dibutuhkan adalah sebesar Rp100 ribu perhari, dengan total pemasukan kotor senilai Rp200 ribuan.

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008 skala usaha tersebut dapat dikategorikan sebagai usaha mikro. Semestinya turut dalam program Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau menerima Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp2,4 juta.

Bu Santi tidak menerima BPUM. Ia "kapok" karena menurut penuturannya, RT/RW setempat tidak transparan dalam proses pengurusannya, bahkan cenderung mengistimewakan "orang dekat" yang tidak memiliki usaha.

Oleh karenanya, ia tidak mau lagi dan tidak akan berurusan dengan bansos dan semacamnya.

Mudah-mudahan kasus tersebut hanya menimpa Bu Santi dan bukan merupakan fenomena umum serta tidak berlaku di tempat lain.

Selain tomboy, mantan pemain bola voli yang berbadan kekar itu terlihat percaya diri menghadapi hidup, kendati hanya mengandalkan penghasilan dari berdagang penganan.

Juga pantang bagi Bu Santi untuk mengundang keibaan orang lain, mengutuk keadaan, merengek-rengek meminta kemudahan, apalagi menengadahkan tangan kepada orang lain (di antaranya, meminta Bansos, BLT dan sejenisnya).

Beliau tetap tegar dan terus berusaha dengan berdagang penganan, memanfaatkan kebisaannya mengolah makanan. Diyakininya bahwa rezeki sudah diatur, dan yang paling penting adalah berbuat baik, berikhtiar, dan pasrah.

Di sisi lain, pelaku usaha mikro itu masih menyisihkan keuntungan untuk mereka yang membutuhkan. Meskipun jumlahnya tidak seberapa.

Ajaibnya, ada saja orang yang memberikan sebagian hartanya kepada putranya yang sekarang berumur 7 tahun, terutama pada hari Jumat.

Bu Santi senantiasa tidak merasa khawatir dalam membesarkan putra tunggal dan anak-anak asuhnya serta merawat ibunya.

Dengan demikian, Saya memercayai bahwa keyakinan dan optimisme Bu Santi itulah yang membuatnya terus melangkah maju dengan gembira tanpa keluh kesah (juga tanpa BLT dan semacamnya) dan, barangkali, membuat dagangannya laris. Belum tengah hari sudah habis.

***

Sedikit sisa bakwan Saya borong untuk dibawa pulang. Uang kembalian dititipkan kepada Bu Santi untuk diteruskan kepada putranya yang sedang bermain bola.

Aldino kemudian mengejar langkah Saya, lalu dengan santun mengucapkan, "terimakasih banyak Om."

Sumber rujukan: 1 dan 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun