Namun desakan dari floor semakin kuat. Akhirnya saya menyerah, organisasi boleh dibentuk sepanjang bukan menjadi ajang perundungan antar sesama penggemar dan tentunya, bukan saya yang menjadi pengurus.
Kumpulan orang-orang pecinta mobil berpendingin udara itu sepakat. Seharian diadakan sidang, membicarakan AD/ART, nama organisasi, dewan pembina dan seterusnya.
AD/ART terbentuk. Nama organisasinya adalah: Bogor Volkswagen Club (BVC). Di jajaran dewan pembina tercantum: Wali Kota, Kapolres, Dandim, Angki Camaro (Alm.), dan para sesepuh (saya lupa).Â
Lalu diadakan pemilihan Ketua sekaligus penanggung jawab. Tidak ada satupun peserta yang bersedia menjadi Ketua Umum untuk pertama kalinya.
Semua mata memandang, dan secara aklamasi menunjuk saya sebagai Ketua. Desakan yang tidak bisa ditolak. Apa boleh buat? Mau tidak mau jabatan itu dipangku.
Periode kepengurusan pertama adalah konsolidasi. Dasar keanggotaan BVC adalah adanya kesamaan minat, kesukaan, dan kebisaan menangani VW. Dengan itu, mereka yang menggemari mobil lucu itu bisa menjadi anggota, kendati belum memiliki kendaraannya.Â
Tidak mengherankan, ketika konvoi terdapat beraneka ragam kendaraan. VW kodok, Combi, Variant, Safari (181 thing), Golf MK1, Microbus Brazil, bahkan merek mobil lainnya seperti Peugeot, Toyota.Â
Di antara anggota juga terdapat mereka yang ahli mengatasi permasalahan kendaraan kuno ini dan mekanik profesional. Ya, orang bengkel yang bisa dan biasa mengutak-atik mobil bersuara mesin jahit tersebut.Â
Selain itu mulai memperkenalkan BVC ke organisasi serupa.
Seingat saya, belum banyak Club VW saat itu. Di Jakarta ada VVC (VW Van Club, organisasi penggemar VW tertua di Indonesia), VBC (VW Beetle Club). Di Bandung dikenal VCB (VW Club Bandung). Di kota-kota besar lainnya ada, kendati saya lupa.Â