"Mang, baso semangkuk gak pakai micin!"
"Entar rasanya gak bakal enak lho."
"Gak masalah, Saya membeli baso, bukan micin."
Setelah menandaskan baso segar dan enak, meski tidak dibubuhi bumbu penyedap tambahan, pembeli mengulurkan selembar uang kertas berwarna biru kepada Mamang penjual untuk menebus rasa kenyang itu.
"Waduh.... belum ada uang kembali. Maklum, baru buka."
Gambaran di atas kerap kita temui pada perdagangan yang masih menggunakan transaksi tunai. Sulit mendapatkan uang kembalian dari uang penukar barang.
Apakah dalam rangka membeli penganan, sebagaimana ilustrasi di atas, atau membeli barang di toko kelontong. Bisa dalam berbagai kesempatan dan tempat.
Untuk itu, pedagang, biasanya, akan meminta uang pas sesuai harga barang, yang mana belum tentu pembeli menyiapkannya. Ia juga akan berlarian ke sana kemari demi mencari uang kecil.
Butuh waktu relatif lama yang akan membuat pembeli menunggu dengan kesal. Bisa jadi pembeli akan membatalkan pertukaran, kalau barangnya bisa dikembalikan.
Kalau barangnya sudah masuk ke dalam perut? Menunggu sambil menggerutu adalah satu-satunya jalan. Jangan-jangan pembeli kapok untuk kembali lagi di lain waktu.
Dalam bisnis atau perdagangan yang masih mensyaratkan pemufakatan tunai, ketersediaan uang kecil untuk kembalian sangat diperlukan. Kurangnya, bahkan ketiadaan uang kecil, akan menimbulkan persoalan, baik bagi pedagang maupun pembeli.