"Ada saatnya dalam hidupmu engkau ingin sendiri saja bersama angin menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata" ~Soekarno~)*
Aliran udara silir semilir menerabas  dedaunan di antara pepohonan, tiba di teras menemani sendiriku. Angin lembut menyapa lalu menyapu genangan di pelupuk, setelah lama terantuk pada kerinduan dan kepiluan.
Hanya kepada anginlah aku leluasa bercerita tentang perbuatan-perbuatan buruk, di antara kebaikan, yang tak pernah didokumentasikan atau ditanda-terimakan.
Ingatkah saat kita bertemu pertama kali? Bola matamu membesar indah, entah geram atau tergemap, ketika kulepaskan kacamata dari hidungmu yang bangir. Pesona itulah yang tidak bisa kulupakan sampai detik ini.
Aku juga masih mengingat, saat kita pergi nonton film Ghost, dengan pemeran utama Patrick Swayne dan Demi Moore, di bioskop.
Kisahnya demikian menghanyutkan. Percintaan Sam dan Molly berumur singkat, berakhir saat sang pria dibunuh penjahat. Kasih Sam kepada Molly tak berkurang, namun dimensi yang berbeda menghalanginya untuk mengungkapkan rasa. Untunglah ada Oda Mae Brown (Whoopi Goldberg) yang berlaku sebagai medium.
Kisah yang sangat romantis, menurutku. Engkau pun demikian terhanyut, sehingga memotong rambut bak Demi Moore. Engkau tambah cantik dan sangat nyata di hadapanku.
Namun ada pengalaman tidak terlupakan setelahnya.Â
Kita pulang naik angkot yang melintir dalam perjalanan. Aku terlempar mendekati pintu keluar. Nyaris menjadi ghost... hahahaha.
Sesampainya di rumahmu, Ayahmu memarahiku karena memulangkan putri tunggalnya terlalu malam.
Kenakalan-kenakalan kecil itu akhirnya ditutup dengan peristiwa penting dalam hidup.
Ya..!. kita saling melingkarkan cincin, seusai Aku mengucapkan janji suci. Hari-hari berikutnya diisi dengan taman cinta di antara kita, ladang kasih di antara dua kekasih. Dua sejoli semakin bahagia setelah lahirnya sang buah hati.
Aku tidak ingat persis, berapa lama kebagian itu. Rasanya sampai anak tunggal kita meremaja.
Di balik kebahagiaan itu, ada kenangan yang ingin kuhapus dari ingatan. Satu waktu, kemuraman membungkus hidup kita. Usaha yang kutekuni bertahun-tahun ambruk begitu saja. Tidak perlu diungkit sebab musababnya.
Yang jelas Aku merasakan akibatnya. Aku merasa tidak memiliki martabat di hadapanmu, lebih rendah dari sandal jepit. Bayangkan, betapa tersungkurnya Aku, jatuh dalam jurang ketidakpastian.
Meski demikian, Aku tahu, Engkau tetap kuat hati mendampingi. Aku tahu, Engkau senantiasa menumbuhkan semangat. Aku tahu, Engkau setia menemani dalam keadaaan senang maupun berantakan.
Tetapi, sifat egoku telah menutupi rasa rendah diri, sehingga hal-hal baik menjadi tidak kasat mata. Secara harfiah maupun dalam arti kiasan. Seumpama debu melekat pada badan yang tidak pernah dibersihkan, semakin lama semakin menebal menjadi kotoran dan penyakit.Â
Dari kegelisahan menumpuk menjadi kemarahan tidak berujung pangkal.
Menanggung kegelisahan itu menyakitkan bagiku. Saat itu Aku harus memilih: memendam dalam pusara kelu atau meletupkannya menjadi kemurkaan. Keduanya  adalah perangai tidak patut. Aku baru tahu sekarang.
Aku menjadi mengerti mengenai keadaan itu, setelah kerap bercerita tentang seluruh rahasia kepada angin, tentang kerinduan sekaligus kepiluan.
Kerinduan dan kepiluan yang mengaduk perasaanku. Oleh karena itu, sesungguhnya Aku ingin curhat, menyampaikan curahan hati kepadamu, setelah merenungkan segala penyesalanku.
Pertama, Aku terlalu mencintaimu dari sejak pertama kali bertemu sampai kelak menjadi ghost, manakala napasku berhenti.
Kedua, Aku minta maaf, baru menyadari, bahwa dahulu Engkau senantiasa ada menemaniku, baik dalam keadaan gembira maupun menderita.
Ketiga, bila dikaruniai kesempatan, maka Aku tidak akan mengulangi lagi tingkah polah yang menyakitimu. Sekarang Aku sadar, perilaku itu didorong oleh rasa tidak percaya diri, ketakutan akan menjadi sendiri, dan keegoisanku semata.
Tetapi rasanya, Aku tak akan mampu mengungkapkan isi hati itu secara lisan kepadamu.
Pun Aku tidak bisa, dan tidak akan pernah mau, menuliskannya pada selembar surat berwarna pastel kesukaanmu.
Tidak!
Hanya kepada anginlah Aku bisa bercerita tentang seluruh rahasia, kendati setelahnya akan timbul genangan di pelupuk mata.Â
Biarkan genangan-genangan itu menjadi kenangan abadi bagiku.
Aku menghargai lelaki baik hati yang mendampingi sisa hidupmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H