Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Sentimental

13 September 2020   20:29 Diperbarui: 13 September 2020   20:31 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbuat baik merupakan investasi yang tidak akan merugikan

Bagiku ujaran itu adalah kebalikan dari kenyataan. Perbuatan baik yang telah Aku lakukan, bukan hanya sia-sia belaka, tetapi merugikan secara batin dan lahir.

Mengapa kerugian batin dan lahir, bukan lahir dan batin?

Baiklah, begini, dengarkan baik-baik.

Seorang sobat, namanya Nikolai , merengek-rengek meminta pekerjaan. Aku tahu Ia bukanlah orang yang tidak bisa apa-apa, tetapi sangat pandai, lebih pintar dari orang kebanyakan. Akan mudah menempatkannya di bagian apa saja. Bahkan untuk sekelas kantor cabang tempatku bekerja, kemampuannya akan melampaui kualifikasi.

Masalah terbesar terletak pada karakternya.

Pertama, Nikolai  adalah Don Juan sejati. Sedikit dikenalkan dengan jidat licin, alias wanita menawan, segera saja hidungnya kembang kempis, lalu menyosor. Perawakannya elegan, penampilannya flamboyan, tutur bahasanya amat memikat lawan jenis.

Kedua, ini yang parah, gaya hidup penuh perayaan membuatnya boros. Demi menopang kegemerlapan itu, Ia tak segan-segan menggunakan segala cara, termasuk menyelewengkan uang kantor, misalnya. Maka dari itu, lumrah jika Nikolai  tidak bisa bertahan lama di sebuah perusahaan. Dipecat karena perkeliruan dalam penggunaan uang kantor!

Sebagai sobat, Aku tidak tega untuk menolak permohonannya. Ia sudah lama menganggur.

"Nikolai , bisakah meninggalkan cara dan gaya hidup lamamu? Sebetulnya Engkau orang cerdas yang dibutuhkan oleh perusahaan manapun."

"Aku coba. Pada kenyataannya Aku sekarang telah jatuh terpuruk ke dalam jurang kesengsaraan, yang membuatku tak bisa lagi bergaya. Apalagi berdekatan dengan wanita."

Peringatan rasional menolak permintaan itu. Tetapi nurani menyatakan ketidaktegaan mendalam, apalagi Ia sobat baikku. Akhirnya ketidaktegaan, tepatnya ketidaktegasan, menjadi keputusan.

"Baiklah, kebetulan Aku adalah pimpinan tertinggi di kantor cabang ini, yang bisa mengusahakan agar Engkau diterima. Tapi ada syaratnya, semua perbuatan pada masa lalu agar disingkirkan. Paham?"

*****

Setahun, dua tahun Nikolai  menunjukkan pencapaian memuaskan. Departemen penjualan, bagian di mana Ia ditempatkan berkembang pesat. Setiap tahun, target selalu dicapai. Prestasi tersebut mengundang pujian Kantor Pusat.

Tidak lama sesudah itu, Nikolai  mengajukan pengunduran diri. Terlalu mendadak! Terlalu receh alasan yang disampaikannya, ingin istirahat. Namun Aku tidak bisa berbuat banyak untuk menahannya.

Satu bulan setelah kepergian Nikolai , sedikit demi sedikit terkuak hasil perbuatannya. Pria flamboyan itu ternyata telah melakukan hubungan asmara dengan enam pegawai wanita.

Dua bulan kemudian, istriku melayangkan surat cerai. Alasannya, Aku adalah suami yang selalu larut dengan pekerjaan, sehingga mengabaikan istri.

Ia sudah melabuhkan cintanya kepada seorang pria yang senantiasa ada di sampingnya.  Pria bertutur bahasa sangat memikat yang berpenampilan flamboyan, juga berperawakan elegan, tidak seperti diriku yang mulai buncit.

Sudah jatuh ke kubangan, tertimpa tangga pula.

Tidak lama setelah kabar menyedihkan itu, seorang pegawai pembukuan tersedu menyatakan pengakuan. Wanita berkacamata minus berwajah tirus berbadan kurus itu telah menjalin cinta dengan Nikolai, dan juga terlambat bulan.

Wanita yang selalu serius itu terbujuk rayuan Nikolai, sehingga bersedia menyelewengkan uang perusahaan. Sejumlah uang yang merontokkan kantor cabang.

Kerugian tersebut membuatku dipecat. Lagipula, Aku yang telah mengangkat biang keladi dari semua persoalan keuangan dan asmara itu, Nikolai. Cemoohan dialamatkan kepada diriku.

Hidupku menjadi kapiran. Mengalami kerugian batin dan lahir, yang menyeretku ke dalam  balada sentimental, bercampur dengan gelegak kemarahan.

Kegeramanku kepada Nikolai  memuncak, membludak merupa kesumat yang tidak bisa lagi disumbat. Bila bersemuka, keinginanku pasti menyembur demi membunuhnya. Sekarang Aku mesti menata ulang hidupku terlebih dahulu.

Dari sekian surat lamaran yang ku kirimkan, baru satu ini yang mendapat respon. Setelah melalui berbagai tes, kali ini adalah tahap wawancara dengan pimpinan perusahaan. Aku sangat yakin, kemampuanku akan membuatku terpilih. Tetapi tetap saja ketegangan melanda. 

Aku duduk di sofa kulit di ruangan berpendingin udara, sambil memandang gadis cantik, duduk di meja sebelah pintu jati, dengan rok span yang menurutku terlalu pendek. Sekretaris pimpinan.

Seorang wanita lain menyodorkan berkas kepada sekretaris itu. Wanita yang menawan, roknya panjang, kendati belahannya amat tinggi. Wanita lainnya lagi, mengangsurkan sebundel dokumen, belahan bajunya demikian lebar, menyembulkan dadanya yang besar.

Agaknya kantor ini menyimpan pegawai-pegawai wanita cantik nan sedap dipandang. Teringat saat datang tadi, resepsionis di lobi depan suaranya sangat syahdu, bersenyum legit diapit lesung pipit meruntuhkan iman.

Meskipun lama menunggu, Aku cukup betah. Inilah calon kantorku. Kelak, setelah mapan Aku akan mencari Nikolai  untuk meleburnya menjadi serpihan-serpihan tak beraturan.

Sebuah suara merdu membuyarkan angan-angan itu, "Bapak pelamar yang akan diwawancara ya? Mari, ikuti Saya menghadap pimpinan!"

Aku segera berdiri, mengencangkan pantalon, merapikan dasi, dan mengikuti wanita berkaki jenjang itu menuju pintu jati yang kokoh.

Setelah mengetuk pintu, sekretaris tersebut membuka pintu dan berkata dengan lemah lembut, "maaf, ini pelamar yang akan diwawancarai. Ada tugas lain?"

"Nanti, setelah selesai ini," cara bertutur memikat dari seorang pria flamboyan,  berperawakan elegan, sambil mengedipkan mata.

"Baik Pak," wanita memakai rok span terlalu pendek berkaki jenjang itu tersipu.

~~Selesai~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun