Cluster atau klaster adalah istilah yang berkaitan dengan Covid-19 artinya, suatu kelompok masyarakat dengan gejala kesehatan yang sama pada sebuah daerah atau karena suatu peristiwa serupa. Menurut jubir Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Sulawesi Utara, dr. Steaven Dandel M.PH., mengatakan klaster adalah penamaan sekumpulan kasus penyakit menular yang terhubung oleh satu peristiwa atau lokasi.
Di tengah pandemi, KPU menetapkan aturan penyelenggaraan pilkada 2020 agar peserta tidak berkerumun dan menggelar aksi arak-arakan atau iring-iringan saat pendaftaran. Tatap muka kampanye dilaksanakan di ruangan tertutup, dibatasi 50 orang, dan menjaga jarak. Untuk rapat umum dan kegiatan publik dibatasi 100 peserta, atau dilakukan secara daring.
Sampai Minggu (6/9/2020) menjelang maghrib, KPU mencatat 558 bakal pasangan calon yang sudah mendaftar untuk Pemilihan Kepala Daerah 2020 (Pilkada). Dalam dua hari lalu, pada saat pendaftaran Jumat (4/9/2020) dan Sabtu (5/9/2020) muncul pengabaian terhadap protokol kesehatan.
Badan Pengawas Pemilu (bawaslu) menyebutkan, pengabaian telah terjadi di 141 daerah (4/9/2020) dan 102 (5/9/2020). Bahkan ada calon yang diketahui positif Covid-19 saat mendaftar di Binjai, Sumatera Utara. Padahal menurut aturan KPU, bakal calon yang positif Covid-19 tidak diperkenankan hadir saat pendaftaran.
Berkenaan dengan pengabaian itu, Presiden Jokowi pernah menyatakan kekhawatirannya.
"Penerapan protokol kesehatan harus betul-betul menjadi sebuah kebiasaan baru dalam setiap tahapan di pilkada sehingga nantinya tidak menimbulkan klaster terbaru atau gelombang baru dari Covid yang kontraproduktif," kata Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas mengenai persiapan pilkada di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Bagaimana tidak mengkhawatirkannya?
Perlu diketahui, Pilkada 2020 serentak akan diselenggarakan di 270 daerah tingkat I provinsi dan Daerah tingkat II Kabupaten/Kota. Terdapat 15 tahapan yang harus ditempuh bakal calon hingga menduduki tahta kekuasaan daerah. Baru sampai tahap kedua saja, yakni pendaftaran, telah dilaporkan banyaknya pelanggaran protokol kesehatan.
Kemudian tahap pemungutan suara pada tanggal 9 Desember 2020. Kendati dipercaya bahwa pihak penyelenggara Pilkada mampu mengendalikannya, namun potensi terkendalanya pemutusan mata rantai penyebaran virus patut diwaspadai.
Pemilu, kemudian Pilkada dianggap sebagai cara terbaik untuk memilih pejabat publik, dalam hal ini kepala daerah. Sarana rekrutmen politik tersebut tentulah melibatkan banyak orang. Pada tataran praksis, pelibatan banyak orang tersebut terjadi melalui: pertemuan-pertemuan, apakah terbatas atau pada rapat umum, yang mengharuskan adanya tatap muka.
Arak-arakan dan banyaknya massa tim pendukung pada saat pendaftaran dan dalam masa kampanye, diyakini oleh kandidat sebagai salah satu petunjuk penting untuk memenangi kontestasi. Maka para kandidat berlomba-lomba "menampilkan ketokohan" dengan menunjukkan besaran pendukung pada pilkada, demi unjuk kekuatan basis legitimasi.
Lalu arak-arakan, kerumunan dan pengabaian terhadap protokol kesehatan lainnya diduga akan menjadi gejala umum dalam pilkada 2020. Ketidakpatuhan ini berpotensi meluaskan penyebaran viruscorona.
Hal itu membuka peluang munculnya klaster baru dari pesta Pilkada 2020.
Dalam masa ketidakpastian menghadapi pandemi, seharusnya calon pemimpin daerah memiliki sense of crisis, salah satunya dengan memberikan tauladan atas kepatuhan penerapan protokol kesehatan kepada publik. Ia juga semestinya mampu mengendalikan tim suksesnya dan pendukungnya dalam rangka mengurangi penyebaran pandemi.
Calon pemimpin seyogyanya mampu memberikan contoh terbaik kepada khalayak, dengan mengendalikan basis pendukungnya. Kandidat bisa menunjukkan ketokohannya, bukan hanya dengan kekuatan dukungan, tapi juga memprioritaskan pentingnya kepatuhan kepada protokol kesehatan.Â
Calon kepala daerah harusnya cukup cerdas sehingga bisa mengkreasi cara-cara baru dalam kampanye dengan memanfaatkan teknologi terkini di tengah pandemi.
Jadi bila ia tidak bisa menunjukkan keperdulian dalam menghadapi pandemi Covid-19, maka patut diragukan komitmen bakal paslon pilkada tersebut dalam memajukan daerahnya sendiri.
Semoga Ini hanya kekhawatiran semata.
Sumber rujukan: 1, 2, 3, 4, 5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H