Arak-arakan dan banyaknya massa tim pendukung pada saat pendaftaran dan dalam masa kampanye, diyakini oleh kandidat sebagai salah satu petunjuk penting untuk memenangi kontestasi. Maka para kandidat berlomba-lomba "menampilkan ketokohan" dengan menunjukkan besaran pendukung pada pilkada, demi unjuk kekuatan basis legitimasi.
Lalu arak-arakan, kerumunan dan pengabaian terhadap protokol kesehatan lainnya diduga akan menjadi gejala umum dalam pilkada 2020. Ketidakpatuhan ini berpotensi meluaskan penyebaran viruscorona.
Hal itu membuka peluang munculnya klaster baru dari pesta Pilkada 2020.
Dalam masa ketidakpastian menghadapi pandemi, seharusnya calon pemimpin daerah memiliki sense of crisis, salah satunya dengan memberikan tauladan atas kepatuhan penerapan protokol kesehatan kepada publik. Ia juga semestinya mampu mengendalikan tim suksesnya dan pendukungnya dalam rangka mengurangi penyebaran pandemi.
Calon pemimpin seyogyanya mampu memberikan contoh terbaik kepada khalayak, dengan mengendalikan basis pendukungnya. Kandidat bisa menunjukkan ketokohannya, bukan hanya dengan kekuatan dukungan, tapi juga memprioritaskan pentingnya kepatuhan kepada protokol kesehatan.Â
Calon kepala daerah harusnya cukup cerdas sehingga bisa mengkreasi cara-cara baru dalam kampanye dengan memanfaatkan teknologi terkini di tengah pandemi.
Jadi bila ia tidak bisa menunjukkan keperdulian dalam menghadapi pandemi Covid-19, maka patut diragukan komitmen bakal paslon pilkada tersebut dalam memajukan daerahnya sendiri.
Semoga Ini hanya kekhawatiran semata.
Sumber rujukan: 1, 2, 3, 4, 5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H