Salah satu peserta menyampaikan keinginan sebagai presiden RI.
Perlu diketahui, acara training tersebut diikuti berbagai karyawan dengan latar belakang variatif dan diselenggarakan sekitar awal tahun 2000-an, tidak lama setelah tumbangnya rezim Orba.
Sontak kehendak tersebut mengejutkan peserta lain yang kemudian menertawakannya sebagai hal berlebihan dan tidak mungkin dapat dipenuhi. Ruang kelas segera dipenuhi dengan suara riuh rendah ejekan.
Instruktur bule menuliskan keinginan "menjadi presiden RI" pada bagian atas sebuah flip chart, di bawahnya dibuat dua kolom. Kolom pertama diberi sub-judul "constraints" sedangkan kolom kedua diisi "opportunities".
Setiap peserta diminta mengisi masing-masing kolom tersebut dengan pendapat yang berbeda-beda. Setelah semua peserta, 25 orang, selesai menuliskan pendapatnya, kemudian apakah yang tampak pada flip chart?
Kolom constraints (pembatas-pembatas ) berisi lebih dari 25 komentar yang menyangsikan keinginan itu. Kolom opportunities (peluang- peluang ) hanya terdiri dari kurang dari 5 pernyataan yang menyepakati impian "tinggi" tersebut.
Dengan kata lain, kolom kiri berisi pernyataan lebih panjang dibandingkan pada kolom kanan.
Menurut penjelasan instruktur, pada dasarnya para peserta saat itu:
- Tidak mau melakukan perubahan dan mengambil resiko. Resiko terburuk adalah kegagalan mencapai keinginan itu.
- Kalaupun melakukan perubahan sifatnya minor, hanya "to repair, to fix" bukan "to switch". Artinya hanya bisa memperbaiki sesuatu untuk mengubah suatu hal, tetapi tidak berani "beralih atau berpindah" dari sebuah keadaan kepada kebiasaan lain. Dalam bahasa lain dikenal sebagai hijrah!
- Masih ada orang lebih suka dengan keadaan status quo yang telah memberikan zona nyaman, dengan mempertahankan kebiasaan lama.
Hanya satu orang peserta berani mengambil resiko direndahkan. Namun Ia memiliki modal dasar untuk melesat maju dalam kehidupannya mendatang. Memiliki motivasi tinggi untuk berubah atau hijrah.
Sampai detik ini y.b.s. tidak pernah menduduki tahta presiden RI, seperti keinginannya. Â Ia menjabat sebagai salah satu direktur BUMN, sekian tahun setelah peristiwa itu,