Saat kebingungan memilih makanan dari daftar menu, pramusaji yang menawan menawarkan sebuah opsi hidangan baru nan menggoda. Ia meyakinkan saya mengenai cita rasanya yang lezat. Judulnya pun membuat jakun turun naik, "Chicken Clear Soup".
Akhirnya pilihan jatuh kepadanya. Tak sampai 15 menit, pesanan itu tiba di hadapan. Mirip soto ayam Madura atau Semarang hanya garnish-nya lebih cantik. Tampilan dan aromanya sangat menggugah selera.
Dalam beberapa suap, sajian itu terasa sangat gurih. Sangat berlebih malahan! Bukan karena bumbunya yang segar. Juga bukan karena rasa ayam yang dikenal gurih. Tetapi ada rasa lain. Saya mengecap adanya penguat rasa alias MSG berlebih dalam sajian tersebut.
Padahal olahan berbahan dasar ayam, sebagaimana daging atau udang, cenderung sudah gurih sehingga tidak memerlukan tambahan penguat rasa.
Kebanyakan tambahan bumbu artifisial pada ayam malah membuat saya terasa agak mual. Kali ini, saya tidak menghabiskan makanan berkuah itu.
Alhasil saya enggan datang kembali dan tidak merekomendasikan rumah makan itu kepada teman-teman lain. Bisa jadi tamu-tamu lainnya bersikap sama.
***
Untuk menghindari hal semacam  itu, sebaiknya pihak pengelola rumah makan melakukan uji coba terhadap makanan minuman terlebih dahulu sebelum menjualnya.
Mungkin juga sudah dilakukan, tapi dalam skala terbatas dan masih mengedepankan selera pemilik atau pengelola.
Baca juga:Â Kalkulasi Selera agar Bisnis F&B Berjaya
Dua dekade lalu, Saya mengelola sebuah restoran semi fine dining yang dilengkapi dengan musik hidup, yang juga dikenal sebagai kafe, di Jakarta Selatan.
Dalam sebuah restoran sekelas itu, penerapan standar kesehatan dan kebersihan dalam pengolahan makanan sangatlah ketat. Salah satu contohnya, tidak adanya MSG atau micin sebutir pun di dapurnya.
Selain itu dilakukan pengujian terhadap setiap produk makanan dan minuman yang akan dimasukkan ke dalam daftar menu. Pengujian produk itu disebut test panel.
Saya sendiri tidak memiliki referensi tentang istilah test panel dalam dunia F&B. Dicari di google, malahan mendapatkan pengetahuan, bahwasanya istilah tersebut berkaitan dengan dunia medis.
Ya sudah, saya coba membuat batasan sendiri tentang test panel dalam bisnis kuliner (F&B) dan manfaatnya.
Metode test panel dilakukan oleh para penyelia, manajer, kadang sampai pemilik restoran. Orang-orang tersebut dipandang bertanggung jawab terhadap kemajuan perusahaan dan atau dianggap memiliki kepentingan yang sangat kuat atas kualitas produk yang akan dijual.
Tujuan Test Panel
Pengujian atas produk makanan atau minuman meliputi:
- Rasa menurut sasaran pasar/tamu yang dituju.
- Tampilan produk. Perlu diketahui, produk yang diuji disajikan dalam keaadaan lengkap, misalnya dengan garnish.
- Komposisi, agar diketahui nilai cost of goods sold dan dibuat perkiraan harga jual.
- Kemungkinan positioning dan daya saing produk di pasaran pesaing yang serupa.
- Ketersediaan bahan, kecepatan pengolahan sampai ke penyajian, dan segala hal yang berkaitan dengan ketersediaan alat serta tenaga kerja.
Tanpanya, makanan minuman yang akan diluncurkan akan menjadi produk coba-coba yang berisiko menimbulkan kerugian karena tidak laku.
Sebaliknya, test panel dapat lebih memberikan keyakinan kepada manajemen bisnis kuliner bahwa produk makanan dan minuman dapat diterima oleh lidah target market dan kemudian mendatangkan keuntungan yang sesuai.
Prosedur test panel tidak hanya dilakukan dalam bisnis F&B dengan struktur pengelolaan yang kompleks dan besar. Ia pun dapat diterapkan pada bisnis kuliner yang jauh lebih sederhana.
Bedanya hanya di tim penilaian saja.
Pada perusahaan besar panelisnya terdiri dari para penyelia dan manajer yang dianggap piawai untuk memberikan penilaian.
Pada usaha yang lebih sederhana, panelisnya bisa berasal dari keluarga terdekat atau kerabat yang dipercaya memberi penilaian netral.
Tujuan dan manfaat dari test panel pada dua skala usaha kuliner itu sama saja, yakni: menghindari misleading dalam meraih keuntungan.
Berdasarkan gambaran di atas, test panel dalam bisnis kuliner dapat didefinisikan sebagai berikut:
Suatu proses uji coba oleh beberapa panelis yang terdiri dari orang yang dapat dipercaya kemampuannya dengan cara mencicipi produk makanan dan minuman sebelum diluncurkan kepada publik, untuk mendapatkan gambaran mengenai: rasa, tampilan, COGS, perkiraan harga, daya saing, ketersediaan bahan, kecukupan alat dan tenaga pendukung.
Meskipun untuk melakukan test panel tersebut ada konsekuensi biaya, namun melakukan langkah awal itu diperlukan agar dapat menghindarkan pengusaha bisnis kuliner dari kerugian di masa mendatang. Tidak ada salahnya prosedur ini dijalankan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H