Pada kenyataannya, pandemi telah membuat kita berkegiatan di rumah dan mengurangi mobilitas secara dramatis. Kemudian melahirkan krisis multidimensi. Kendati belakangan sudah ada relaksasi demi melawan ancaman keruntuhan ekonomi, namun tindakan itu tidak serta merta menyembuhkannya.
Terlepas dari rasionalitas para pengamat, maka Saya --sebagai "pecahan genteng" dari bangunan raksasa yang bernama Republik Indonesia-- memiliki penafsiran tersendiri.
Oh ya, genteng sendirian adalah komponen kecil pembentuk bangunan. Pecahan genteng, karena kemampuan fisik Saya sudah berantakan semenjak terserang penyakit kronis. Saya sudah tidak bisa berkegiatan seperti semula, menjelang pandemi muncul.
Maka Saya memaknai pidato Jokowi sebagai ajakan membangun etos kerja atau serangkaian cara kerja baru, meninggalkan cara kerja lama. Ia bisa menjadi breakthrough, terobosan cara yang timbul di atas kebuntuan penanganan Covid-19 beserta akibatnya.
Breakthrough biasanya muncul dari keadaan yang sedemikian menekan, dengan menggulingkan kebiasaan dan cara pikir lama (business as usual) seperti: inefisiensi; prosedur lamban dan panjang, rigiditas proses, kultur "jika bisa dipersulit, mengapa dibuat gampang", dan budaya penghambat lainnya.
Mungkin banyak orang lebih suka mengharapkan penguraian substansi pidato itu. Menunggu juklak-juknisnya, sampai kemudian segalanya menjadi terlambat. Saya meyakini substansi pidato Jokowi akan diurai oleh lembaga-lembaga di bawahnya, dari mulai menteri, lembaga sampiran, kepala daerah, dan seterusnya.
Mengenyampingkan itu, sebagai komponen terkecil bangsa dan negara, Saya memaknai pidato itu dalam kehidupan sehari-hari yang telah dilakoni selama ini, sebagai berikut:
- Doing business not as usual. Sebab keterbatasan, Saya mengurangi interaksi fisik dan menggantinya dengan kegiatan melalui email, WA, dan saluran lainnya. Saya tidak terlibat lagi dalam kegiatan yang menguras tenaga. Menggantinya dengan kegiatan, seperti perantaraan, technical advisory untuk proyek yang akan dan sedang dikerjakan teman, berkebun ringan, menulis apapun di platform manapun, dan pekerjaan lain dalam ruang kemampuan.
- Meningkatkan penggunaan produk lokal. Praktek sederhananya, misalnya mengurangi konsumsi makanan berbahanbaku impor (seperti tepung terigu). Meningkatkan konsumsi pangan dari halaman rumah atau dari produk domestik. Berkebun dengan menanam daun bawang, cabai, umbi-umbian, dan lainnya semuatnya lahan. Walaupun tindakan itu sebutir pasir, namun ia turut menjaga ketahanan pangan.
- Mematuhi protokol kesehatan dan saran-saran lain demi memutus mata rantai penyebaran coronavirus. Mengabaikan berita hoax terkait Covid-1 dan tetap berpikir positif, bahwa setiap permasalahan ada jalan keluarnya.
Itulah perilaku adaptif yang Saya lakukan sebagai pecahan genteng. Saya melakukannya berdasarkan common sense sederhana, dari apa yang terlihat di depan mata dan segera bisa dilakukan.
Pecahan genteng tidak bakal menjadi penutup bangunan, hanya menjadi puing pemadat lantai.
Bagi mereka yang berada di tataran lebih hebat dan utuh, sudah semestinya perilaku atau skala tindakannya akan lebih kompleks.Â
Bukan ihwal keliru dan sia-sia ketika sebagian orang menunggu deskripsi dari pidato Jokowi, tetapi tidak ada salahnya terlebih dahulu bergerak maju, lalu mewujudkannya dengan memaknai substansi pidato itu sambil menunggu penjabaran.