Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

3 Langkah Praktis Mengikis Kebuntuan Menulis

20 Juli 2020   19:22 Diperbarui: 20 Juli 2020   19:12 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Free-Photos dari pixabay.com

Tersebab ajakan seorang kawan, saya mendaftar menjadi member Kompasiana pada bulan Februari 2011.

Sembilan tahun bergumul dengan media sosial berplatform blog itu, ternyata konten yang diunggah "sudah" mencapai 244 (dua ratus empat puluh empat) artikel!

Tangkapan layar statistik artikel (dokpri)
Tangkapan layar statistik artikel (dokpri)
Sebuah pencapaian "luar biasa" dibandingkan Kompasianer lain yang mampu menayangkan lebih dari 300 artikel dalam satu tahun. Pencapain saya yang amat lamban, maksudnya.

Andai mampu membuat satu artikel dalam dua hari, maka mestinya sekarang sudah membukukan lebih dari 1.500 artikel. Paling tidak sudah termasuk ranking Penjelajah atau Fanatik. Dengan itu pula mungkin saya sudah terverifikasi jauh-jauh hari.

Namun status tersebut baru diperoleh pada bulan Mei baru lalu berdasarkan email dari Kompasiana.

Tangkapan layar konfirmasi status (dokpri)
Tangkapan layar konfirmasi status (dokpri)
Kok bisa begitu?

Pada awal-awal bergabung, saya hanya membuat 24 artikel selama dua tahun. Sepanjang ingatan, saat itu belum ada label pilihan, namun sudah ada artikel Headline atau Artikel Utama yang biasanya diduduki oleh penulis berlatarbelakang akademisi, jurnalis, tokoh-tokoh politik dan lainnya, serta penggiat literasi tersohor.

Saya menulis untuk mengisi kanal fiksi atau even. Di kanal lain merasa gentar berdampingan dengan artikel para pesohor di atas. Untungnya ada kultur saling menyemangati di kalangan Kompasianer.

Setelah itu, saya tidak aktif dengan dalih tidak sempat karena kesibukan. Baru pada kuartal ke empat tahun 2019 saya menulis lagi di Kompasiana. Kesibukan sudah tidak ada, sehingga waktu melimpah.

Reputasi Kompasiana sebagai wadah penulis hebat masih tercetak di benak.

Saya pun merangkak belajar dari artikel-artikel para Kompasianer. Sedikit demi sedikit menggali pengetahuan tentang menulis, mulai mengejar kesetaraan dengan penulis lainnya. Beberapa artikel memperoleh label pilihan, bahkan sebagian masuk kategori Artikel Utama yang dahulu merupakan impian.

Belakangan saya merasakan daya cipta untuk menulis cenderung menurun, 3/4 artikel per-hari menjadi 1 artikel per 2 hari. Bahkan hanya 1 artikel dalam seminggu.

Kegiatan tulis menulis mengalami kebuntuan. Apa yang terjadi?

Every dark cloud has a silver lining

Muara kebuntuan dialamatkan kepada: keterbatasan fisik, menurunnya kemampuan kognisi menjelang lansia. Perlu diketahui, usia pertengahan (middle age 45-59) atau menjelang lansia adalah the beginning of the end alias tahap awal mendekati ketiadaan.

Sedikit banyak faktor-faktor tersebut membuat lemah semangat.

Di balik kelambu...eh...awan kelabu kebuntuan menulis, terbersit setitik harapan. Ternyata usia senja, keterbatasan fisik, dan merosotnya kemampuan kognitif hanyalah escape clauses, bukan alasan utama.

Harus diakui secara jujur, bahwa penghambat utama dalam produktivitas menulis  adalah rasa malas. Bahkan sejak awal bergabung dengan Kompasiana. Juga impian untuk menghasilkan karya yang luar biasa bagusnya.

Kenapa rasa malas penyebab kebuntuan tidak dipinggirkan saja? Mengapa ide-ide berkeliaran di kepala tetapi tidak diwujudkan dalam karya tulis?

Untuk mengalahkan kebuntuan itu, saya pun melakukan langkah-langkah relatif mudah dilakukan, sebagai berikut:

Menetapkan Standar Sendiri

Gagasan untuk menulis bergentayangan di kepala. Hanya saja saya tidak tahu bagaimana caranya membuat karya tulis itu nampak indah.

Bisa jadi karya tulis orang lain dijadikan parameter. Semestinya hasil karya penulis kawakan itu menjadi referensi bukan ukuran.

Kemudian, kurang motivasi bukanlah alasan. Lebih tepatnya: kurangnya kepercayaan diri. Daripada menjadikan karya tulis orang lain sebagai altar pemujaan, lebih elok apabila saya menentukan parameter sendiri.

Saya Menetapkan standar penulisan versi sendiri, sepanjang memenuhi kaidah-kaidah umum.

Idea Box / Kotak Gagasan

Baiklah. Saya mulai mengumpulkan gagasan-gagasan dalam sebuah idea box. Saya lupa siapa yang mengenalkan istilah ini.

Gagasan yang muncul agar segera dituliskan dalam notes atau catatan lain. Tidak penting jika formatnya berantakan, tidak beraturan, dan kurang sistematis, yang penting ide tersebut tidak lenyap terbawa angin.

Gagasan-gagasan itulah yang kemudian menjadi embrio karya tulis layak tayang. Layak tayang lho, bukan karya tulis yang sophisticated.

Penghalusan

Saya teringat tentang musisi-musisi hebat sekalipun tidak bisa membaca notasi. Atau pelukis terkenal yang bisa jadi tidak pernah mengikuti pendidikan seni formal.

Atau seperti penulisan puisi kendati menabrak tatanan gramatikal, namun indah. Kuncinya adalah konsistensi penciptaan dan penghalusan karya.

Menghasilkan karya tulis yang baik adalah semata-mata karena tehnik penghalusan. Baca berulang-ulang. Perbaiki berulang-ulang. Kemudian melakukan penghalusan berulang-ulang.

Keimpulan

Dengan demikian, kebuntuan dalam menulis bukanlah berasal dari tiadanya atau macetnya ide. Tetapi dari kemalasan, yang --menurut hemat saya---dapat dikikis dengan menerapkan ketiga langkah praktis: menetapkan standar sendiri, idea box gagasan, dan penghalusan.

Setelah melalui babak kebuntuan menulis, saya mulai membangun sebuah tulisan. Ide Box dibongkar untuk menemukan gagasan, merakitnya menjadi sebuah bangunan tulisan dan kemudian merapikannya.

Satu gagasan atau lebih dapat membentuk sebuah karya tulis menurut standar sendiri dengan penghalusan tertentu.

Jadilah artikel curhatan sederhana ini.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun