Zaman dulu, pelajaran Bahasa Indonesia memberikan ruang untuk "mengarang", yakni suatu kegiatan menuliskan pokok pikiran kedalam paragraf yang akan membentuk sebuah esai.Â
Namun sepanjang ingatan, saya sudah terlupa bagaimana tehnik dan tata cara membuat karangan itu, saking sulitnya menyelami alam teori literasi (keberaksaraan).Â
Persoalan serupa bisa saja dihadapi oleh para pelajar sampai tingkat SMA, yang mengalami kesulitan dalam kegiatan menulis.
Tetapi sebaliknya, betapa kerapnya kita mendengar seorang teman yang berbicara berbusa-busa, umpamanya, tentang film drama Korea atau mengenai hal-hal aktual lainnya maupun membahas tentang gosip kehidupan selebritis atau cewek manis di kelas sebelah.Â
Padahal perbedaan keberaksaraan dengan berbicara adalah berkaitan dengan ihwal "menuliskan" dan "menuturkan" gagasan (ide) yang terlintas dalam pikiran.Â
Mereka yang menuturkan gagasan tentunya berusaha menata kata-kata, menggunakan ekspresi, dan mengamati reaksi pendengar sedemikian rupa agar bahasan/ulasan/kisah menjadi menarik.
Metode yang sama --menata kata, mengatur ekspresi, dan memperkirakan reaksi audiens-- dapat diterapkan dalam kegiatan tulis-menulis atau keberaksaraan.Â
Lupakan dulu fondasi teoritis untuk membangun tulisan yang baik dan benar, ulasan di bawah akan mendeskripsikan cara menulis menurut pemahaman orang kebanyakan (man on the street), seperti saya.
Sesederhana apapun, gagasan selalu ada di dalam kepala manusia yang hendak disampaikan kepada orang lain. Umumnya kita terbiasa dengan budaya verbal sehingga banyak gagasan disampaikan secara lisan, misalnya legenda, hikayat, dan cerita lisan lainnya yang dituturkan secara turun temurun.
Sejarah mencatat, di Indonesia tradisi tulis-menulis muncul pada abad ke-empat dengan menggunakan aksara Pallawa yang berasal dari India Selatan. Peninggalan prasasti di kerajaan Kutai Kalimantan dan Tarumanagara Jawa Barat merupakan bukti sejarah (sumber).
Kembali ke topik bahasan. Gagasan-gagasan yang ada di kepala dilontarkan dalam bentuk pembicaraan, obrolan, bahkan gosip kepada orang lain.Â
Panjang pendeknya pembicaraan tergantung kepada seberapa banyak gagasan tersebut. Benar tidaknya tergantung kepada seberapa banyak informasi sahih bermuasal, baik dengan mendengar maupun membaca.
Mengapa pembicaraan tersebut tidak dituliskan saja, agar terdapat jejak aksara yang dapat dinikmati oleh orang lain dalam waktu yang tidak terbatas dan juga bisa dibaca oleh khalayak pembaca?
Berikut disampaikan cara sederhana untuk menuliskan gagasan, apakah pada diary, buku tulis, blog, atau bahkan dalam bentuk buku.
Menarasikan Gagasan )*
Gagasan adalah hasil olah pikiran yang diperoleh dari perenungan atau, bisa saja, muncul dari inspirasi sesaat. Gagasan orisinal, buah pemikiran sendiri atau hasil inovasi dari ide orang lain, yang penting bukan hasil plagiasi (nyontek), segera dituturkan atau dinarasikan dalam bentuk tulisan, kendati masih berantakan dan acak-acakan, asal tidak lenyap dari pikiran.
Buatlah orang lain mengerti tulisan itu dengan menambah kosakata dan melakukan penataan gramatikal. Kekayaan kosakata dan tata bahasa yang baik merupakan cara mengekspresikan gagasan seindah mungkin kepada pihak ketiga.
Penambahan Kosakata
Gagasan yang telah ditulis agar dibaca kembali. Hindari pengulangan kata dan kalimat supaya tidak "boros". Jika terpaksa ada kata yang berulang, cari persamaannya.
Tujuannya agar pembaca tidak cepat merasa bosan membacanya. Perkaya tulisan itu dengan kosakata yang enak dicerna. Untuk memperkaya perbendaharaan kata, mau tidak mau, seorang penulis harus rajin membaca buku. Kian banyak pustaka dibaca kian kaya kosakata yang dimiliki.
Menata Gramatikal
Bahkan gagasan yang ditulis secara acak-acakan sudah mengandung tema tulisan yang ingin disampaikan kepada sidang pembaca. Penataan tata bahasa dengan memperbaiki tulisan berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Penataan gramatikal juga mencakup penataan logika penyampaian sehingga pembaca mudah mengerti. Semakin bagus tata bahasa dan nalar penulisan, semakin mudah tulisan dipahami oleh pembaca. Perhatikan juga sasaran pembaca yang dituju, bacaan remaja akan berbeda dengan karya tulis ilmiah.
Baca Berulang-ulang
Hasil karya tulis sebaiknya dibaca berulang-ulang, apakah masih ada persoalan gramatikal yang mesti disempurnakan, atau penalaran yang belum begitu pas, atau mungkin menambahkan kosakata agar tulisan semakin cantik, atau bahkan mesti dikurangi karena terlalu hambur kata.
Membaca berulang-ulang hasil karya tulis akan merefleksikan reaksi yang diharapkan dari para pembaca: apakah hasil karya tulis itu bermanfaat, inspiratif, menghibur, atau informatif.
Bacakan Kepada Kerabat atau Sahabat
Tulisan atau artikel yang sudah jadi, akan lebih baik jika dibacakan kepada kerabat atau sahabat. Tujuannya untuk memperoleh gambaran bahwa tulisan itu dapat dimengerti.
Tujuan terpenting adalah membuat orang lain nyaman dengan hasil karya tulisan seperti "mengobrolkan" gagasan kepada temanmu.
Konklusi: Tulisan adalah Hasil Karya Berharga
Sesederhana dan sejelek apapun karya tulis adalah hasil olah cipta pikiran kita, minimal yang bisa menghargainya adalah  diri sendiri. Ihwal penilaian orang lain adalah subyektif.
Satu-satunya cara untuk menjadi penulis hebat adalah memulai menulis, Â apapun hasil karya tulis itu. Dengan sering menulis, cepat atau lambat, hasil karya tulis akan semakin enak dibaca.Â
Bagaimanapun juga hasil tulisan tidak akan pernah sempurna dan dapat memenuhi keinginan semua orang, oleh karenanya menulislah terus sampai gagasan dalam kepala padam.
Jadi, berbicaralah kepada teman-temanmu tentang gagasanmu dalam bentuk tulisan dan ia akan menjadi hasil karya yang juga bisa dinikmati oleh orang lain dalam waktu lama. Dengan kata lain, menulis adalah kegiatan menarasikan gagasan dengan aksara, seperti berbicara secara verbal kepada orang lain.
Semoga bermanfaat.
Catatan:Â
)* Menarasikan Gagasan meminjam istilah dari Septiawan Santana K., seorang pengajar Fikom Unisba lulusan Program Magister bidang Komunikasi di UNPAD)Â
)**Â Artikel telah ditayangkan oleh Budi Susilo di secangkirkopibersama.com dengan beberapa perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H