Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lapar Mata, Belanja Membabi-buta

2 Mei 2020   05:56 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:37 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh photosforyou dari pixabay.com

Saat masih aktif bekerja, baik sewaktu masih "ngantor" maupun menjalankan kegiatan usaha, belanja makanan menjadi ritual menyenangkan, terutama menjelang berbuka puasa.

Kalau mencari dan belanja hidangan untuk persiapan berbuka puasa, jangan tanya keseruannya. Hampir setiap sore pada bulan ramadan asyik berburu takjil pembuka puasa. Sore itu, Keinginan hati adalah mencari minuman segar dan kudapan, sebagai pengantar untuk ngopi sambil merokok (waktu itu masih pecandu rokok).

Pilihannya adalah es kelapa muda di dekat pom bensin, bukan di dekat rumah. Padahal di sepanjang jalan menuju pom bensin, setidaknya, ada sekitar sepuluh penjual es kelapa. Dua buah kelapa muda kerok dicampur sirup gula merah beserta es batu dibungkus menjadi satu.

Di Depan kantor Dinas Sosial melihat penjual es buah legendaris yang hanya berjualan saat bulan ramadan. Maka dua bungkus es terdiri dari aneka buah warna-warni dibawa pulang.

Memutar jalan dulu ke penjual gorengan di samping kantor Kodim. Aneka gorengan: tempe berselimut tepung, bakwan (heci, bahasa orang Malang), tahu isi, pisang, buras (lontong kecil berisi oncom), ubi dan singkong dibungkus.

Dalam perjalanan pulang melihat timun suri bergelantungan di sebuah kios, nampak ranum terbelah pada beberapa bagian menandakan sudah matang. Ditebuslah buah beraroma wangi itu untuk dibawa ke rumah.

Menjelang adzan Maghrib, kendaraan bermotor meraung-raung dipacu di sepanjang jalan menuju rumah. Tiba-tiba jalan raya menjadi sirkuit Monaco, kendaraan saling bersicepat menuju rumah, atau tempat berbuka puasa bersama, atau akhirat, entahlah.

Tersendat di lampu merah dan depan SMP 1 yang disesaki oleh pembeli dan penjual hidangan pembuka puasa. Sepertinya penjual dan pembeli sama banyaknya, saya tidak terlalu perduli karena waktu buka semakin mepet.

Lepas dari keruwetan itu, kendaraan bermotor dipacu menuruti emosi, mesin meraung sampai batasnya. Suara ban berdecit-decit meninggalkan asap melibas tikungan-tikungan tak perduli orang mau menyeberang.

Tibalah saya di rumah, tepat sebelum bedug berdentam. Begitu duduk menarik nafas suara adzan terdengar dari surau-surau dan televisi. Alhamdulillah.

Setelah membaca doa berbuka puasa, saya dan anggota keluarga yang lain membatalkan puasa dengan minum air putih hangat, menyomot buras, tempe dan pisang goreng atau kudapan lainnya. Shalat Maghrib sebelum habis waktu, lalu pergi ke teras menyeruput secangkir kopi dan menghisap sebatang rokok. Kenyang. Es kelapa muda, es buah legendaris, timun suri, dan sisa gorengan yang masih banyak terhampar sia-sia di meja makan.

Dengan hanya sedikit mencicipi penganan itu dan memakan masakan utama, perut terasa sangat kenyang. Apabila dipaksakan untuk menghabiskan penganan takjil itu, bisa-bisa perut meletus. Alhasil makanan tersebut disimpan di kulkas, syukur-syukur ada orang sekitar yang bisa dilimpahkan untuk menghabiskannya. Tapi siapa?

Kesimpulannya, menahan lapar dan haus seharian telah membuat lapar mata lalu mendorong belanja makanan pembuka puasa secara membabi-buta alias kalap, apapun yang terlihat enak dan dibeli tanpa memperhitungkan kebutuhan.

Seyogyanya pada kesempatan berikut, akan lebih baik jika bisa menahan diri berbelanja menuruti nafsu semata, merencanakan pembelian secara seksama dan membeli sesuai apa yang diperlukan.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun