Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ia Memanggilku "Ayy..."

27 April 2020   19:05 Diperbarui: 27 April 2020   19:02 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia memanggilku, "ayy...", kepanjangan dari kata ayah. Sebaliknya, akupun dengan nada mesra memanggilnya, "bunda...".

Sebutan "ayah" dan "bunda" menegaskan, bahwa pelabelan itu menyatakan hal yang lebih dari sekedar sebuah pertemanan, dan sudah merupakan hubungan asmara serius antara dua insan yang tidak bisa melepaskan diri satu sama lain.

Meskipun belum diresmikan secara sah sebagai suami-istri, itupun apabila aral yang melintang dapat disingkirkan secepatnya --walaupun aku tidak tahu kapan bisanya-- kami berdua telah menjalin hubungan cinta penuh makna membara menggelora tiada tara.

Lebay? Tidak juga, namanya juga orang sedang kasmaran, apapun serasa coklat batangan tidak bertuan dapat nemu di jalan lengang.

Mengapa juga mesti diproses cepat? Karena kami, aku dan dia, sudah merasa sehati, sering ketemu, sama-sama senang bercengkrama di taman seberang kantor Kodim, kerap saling menumpahkan isi hati dan bersentuhan pipi kiri pipi kanan dengan mesra setiap kali berjumpa. Akupun sudah dikenalkan kepada orang tuanya.

Aku bertemu dengannya ketika sedang membuang pikiran yang berderak-derak seperti hendak meledakkan benak dengan berjalan-jalan di sekitar Taman Peranginan. Sebuah taman yang tidak terlalu besar di pusat kota, terletak di pinggir jalan utama, dimana dari taman tersebut bisa memandang aliran sungai Ciliwung serta lembah yang berisi perumahan kumuh.

Dalam taman yang temaram itu biasa dimanfaatkan oleh beberapa pasangan yang sedang jatuh cinta, dan aku yakin bukan pasangan suami-istri, mereka belum menjadi pasangan sah, maksudku. Lagipula kebanyakan pasangan abege yang masih terlalu muda untuk menikah.

Aku merasa sudah terlalu dewasa untuk berasyik masyuk seperti anak-anak muda itu. Aku menikmati pemandangan dan angin semilir berkeliaran pada Taman Peranginan itu.

Saat itulah kulihat seorang gadis manis terpaku membeku sendiri di bangku taman. Aku duduk di dekatnya, ia pun menggeser duduknya menjaga jarak denganku. Sebetulnya aku ingin membuka pembicaraan, namun tidak alasan kuat untuk memulainya.

Sampai kemudian seorang anak mengasonkan dagangannya, "sekalian saja, dua es potong untuk pacarnya".

Aku tergagap menjawab, "baiklah! Aku beli dua, satu untukku, satu lagi untuk pacarku".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun