Ia memanggilku, "ayy...", kepanjangan dari kata ayah. Sebaliknya, akupun dengan nada mesra memanggilnya, "bunda...".
Sebutan "ayah" dan "bunda" menegaskan, bahwa pelabelan itu menyatakan hal yang lebih dari sekedar sebuah pertemanan, dan sudah merupakan hubungan asmara serius antara dua insan yang tidak bisa melepaskan diri satu sama lain.
Meskipun belum diresmikan secara sah sebagai suami-istri, itupun apabila aral yang melintang dapat disingkirkan secepatnya --walaupun aku tidak tahu kapan bisanya-- kami berdua telah menjalin hubungan cinta penuh makna membara menggelora tiada tara.
Lebay? Tidak juga, namanya juga orang sedang kasmaran, apapun serasa coklat batangan tidak bertuan dapat nemu di jalan lengang.
Mengapa juga mesti diproses cepat? Karena kami, aku dan dia, sudah merasa sehati, sering ketemu, sama-sama senang bercengkrama di taman seberang kantor Kodim, kerap saling menumpahkan isi hati dan bersentuhan pipi kiri pipi kanan dengan mesra setiap kali berjumpa. Akupun sudah dikenalkan kepada orang tuanya.
Aku bertemu dengannya ketika sedang membuang pikiran yang berderak-derak seperti hendak meledakkan benak dengan berjalan-jalan di sekitar Taman Peranginan. Sebuah taman yang tidak terlalu besar di pusat kota, terletak di pinggir jalan utama, dimana dari taman tersebut bisa memandang aliran sungai Ciliwung serta lembah yang berisi perumahan kumuh.
Dalam taman yang temaram itu biasa dimanfaatkan oleh beberapa pasangan yang sedang jatuh cinta, dan aku yakin bukan pasangan suami-istri, mereka belum menjadi pasangan sah, maksudku. Lagipula kebanyakan pasangan abege yang masih terlalu muda untuk menikah.
Aku merasa sudah terlalu dewasa untuk berasyik masyuk seperti anak-anak muda itu. Aku menikmati pemandangan dan angin semilir berkeliaran pada Taman Peranginan itu.
Saat itulah kulihat seorang gadis manis terpaku membeku sendiri di bangku taman. Aku duduk di dekatnya, ia pun menggeser duduknya menjaga jarak denganku. Sebetulnya aku ingin membuka pembicaraan, namun tidak alasan kuat untuk memulainya.
Sampai kemudian seorang anak mengasonkan dagangannya, "sekalian saja, dua es potong untuk pacarnya".
Aku tergagap menjawab, "baiklah! Aku beli dua, satu untukku, satu lagi untuk pacarku".
Gadis itu tersipu malu-malu tapi mau ketika menerima es itu, senyumnya amat menawan, membuat hatiku tertawan.
Dari peristiwa itulah perkenalan berlanjut ke pembicaraan menyenangkan. Setiap pagi kami janjian untuk ketemu.
Aku merasa nyaman bercerita tentang segala hal kepadanya. Iapun nyaman mengisahkan mengenai kehidupannya.
Diam-diam kami saling menyukai, dan semuanya mengalir begitu saja. Kami menjadi dua sejoli yang sedang jatuh cinta, saling berjanji untuk bertemu di Taman Peranginan.
Kami tidak lagi duduk terpisah sendiri-sendiri, sekarang duduk berhimpitan dan berpelukan. Taman itu tiba-tiba saja menjadi indah, penuh pohon trembesi dan mahoni rimbun menyejukkan, bunga sepatu yang hanya berwarna merah dengan kupu-kupu beterbangan di sekitarnya dan, tentu saja, pedagang asongan yang beredar. Bedanya, sekarang aku jarang membeli dagangannya, ia yang lebih sering mengacungkan tangan.
Sekali saja aku mengajaknya makan bakso di dekat bundaran air mancur, itupun dari hasil obyekan yang lumayan.
Aku senyum-senyum sendiri seperti orang sinting menatap dinding, membayangkan hari-hari penuh kisah kasih dengannya, sembari menyeruput segelas teh hangat yang sudah dingin, "hah.....tawar...? Tidak pakai gula......???"
"Gula, kopi, minyak goreng, beras dan lauk pauk habis, Pakne...! Kamu harus segera mencari uang. Usaha gih...!!!", sambil mengangsurkan sepiring singkong rebus, Bune berkata ketus seperti biasanya.
Udara pagi yang gerah terasa mampat. Omelan Bune membahana memecah suasana rumah petak sewaan di bantaran kali Ciliwung yang sesak, ditambah rengekan anak bungsu meminta sarapan.
Aku meraup dua potong singkong, menyisakan setengah gelas teh tawar yang sudah dingin, melesat ke Taman Peranginan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI