Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meleleh Menuju Subuh

21 April 2020   05:33 Diperbarui: 21 April 2020   06:09 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi: sedan berwarna Luxor Beige

Malam bersimpuh meleleh menuju subuh, wajah-wajah sendu penuh nafsu rebah pada sofa ungu.

Fergusso terbiasa memendam rasa yang mengonfirmasi sebuah pernyataan, bahwa diam tidak akan pernah membuatnya menjadi perkasa. Tidak juga bisa menguasai jiwa Felicia.

Sebuah sajak yang telah dirapal sejak semalam menghilang. Satu persatu huruf-huruf tersusun merupa kata indah mendadak berhamburan meninggalkan sekumpulan keinginan dalam pikiran.

Kalimat yang sedianya meluncur dari rongga dada terhenti di tenggorokan, menjadi gumaman.

"Ngomong apa? Yang jelas dong...!", ujar Felicia mendekatkan telinganya membuat kening Fergusso meneteskan bulir-bulir keringat sebesar biji jagung.

Pegangan tangan gadis ceria pada lengan pria pemalu itu meluluh-lantakkan pikiran, apalagi ketika Felicia menyandarkan tubuh wanginya sehingga belahan kemeja putih mempetontonkan gundukan bersih yang.....aaaaah....

Isi kepala Fergusso melayang, "....ergh...iya deh, aku yang akan mengerjakan pe-ermu".

"Horeeee, asyik...kamu memang selalu baik kepadaku", Felicia kegirangan melompat-lompat kecil, gunung-gunung di dadanya turut melompat senang.

Melihat tubuh dalam balutan rok span abu-abu rapat dengan atasan kemeja putih kekecilan sehingga kancingnya terlepas di beberapa bagian, digabung wajah latino berhidung mancung, berhias sepasang bibir bak milik Angela Jolie, dan tatapan mata tersapu poni menganga dahaga digoda, serta merta membuat bagian bawah badan Fergusso mengeras tanpa diminta.

Akhirnya, di kamar mandi sekolah Fergusso melepas ketegangan tak terkendali.

Teman laki-laki yang melihatnya barangkali akan bereaksi serupa, meski tak sama, termasuk para pria di luaran sana.

Pandangan mesum mereka akan menyulut kecemburuan, tetapi Fergusso hanya mampu memendamnya dalam ruang paling rahasia di dalam dada, dan mungkin, memampatkan emosi yang bisa meledak setiap saat.

Meski gadis primadona itu masih bertetangga sekomplek perumahan dinas --ayah keduanya satu instansi-- Fergusso tidak pernah berhasil mengajak Felicia berdua saja berjalan kaki ke sekolah.

Seorang teman pria yang santun dan lembut hati selalu setia menjemput Felicia dengan sedan berwarna Luxor Beige. Fergusso turut menumpang, menjadi kambing congek di jok belakang  Demikian pula pulangnya.

Lama kelamaan, Fergusso menjadi pengagum gelapnya, yang diam-diam menuliskan namanya dalam hati, setiap hari.

Kuliah tingkat pertama belum usai, harapan terpendam akhirnya terbuka di depan mata. Berapa kali pembicaraan rahasia antara ayah Felicia dan ayah Fergusso, membuahkan kesepakatan menyenangkan sekaligus dibencinya.

Menyenangkan, gadis impian diperoleh secara mudah dalam ikatan suci.

Dibencinya, karena Fergusso sebenarnya tidak rela menerima piring bekas --entah siapa yang menikmatinya-- menghabiskan sisanya lantas mencucinya.

Fergusso harus segera menikah --persisnya, dinikahkan-- dengan Felicia dalam tempo secepat-cepatnya dalam tata-cara sesingkat-singkatnya. Telah dua bulan Felicia berbadan dua, tanpa tahu siapa yang membuahi.

Tapi baiklah, lelaki itu mesti mengalah. Terbuka kesempatan bagi Felicia untuk membesarkan bayinya. Sambil jalan, Fergusso berharap bisa merakit kerelaan Felicia menjadi sebenar-benarnya istri.

Siapa tahu dalam perjalanan perkawinan, yang sebelumnya tidak pernah direncanakan, akan tumbuh benih-benih pelangi.

Sudah dua tahun berjalan, tidak juga Fergusso bisa menguasai jiwa Felicia.

Ia sering bepergian dengan berbagai alasan yang membuatnya terdiam tanpa daya. Felicia memiliki seribu satu alasan yang tidak bisa Fergusso bantah.

Malam ini Felicia berdandan bak sosialita, memamerkan keelokan lekuk tubuh didekap rapat blouse katun sewarna kulitnya yang kuning langsat. Ia hendak menghadiri perayaan ulang tahun temannya di hotel mewah.

Fergusso merasa gagal menjadi kepala rumah tangga. Gagal menjadi suami yang mampu membimbing istri sah.

Fergusso telah gagal menjadi laki-laki!

Kegusarannya terpenjara, meninggalkan rasa sakit membukit di dada. Kegelisahannya memuncak, hilir-mudik tidak karuan di ruang tamu.

Untunglah, selama ini sahabat setia Fergusso selalu datang pada waktu-waktu ketiadaan Felicia. Senantiasa  meredam kegelisahan dan menemani dalam sepi dengan kecupan hangat menggelora yang selalu dirindukannya.

Sahabat lama dengan perhatian teramat lembut itu membiarkan saja kendaraannya berselimut dinginnya embun di halaman depan, sedan berwarna Luxor Beige.

Malam bersimpuh meleleh menuju subuh, wajah-wajah sendu penuh nafsu rebah pada sofa ungu. Dua jiwa melebur berbalut kepolosan sunyi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun