Pandangan mesum mereka akan menyulut kecemburuan, tetapi Fergusso hanya mampu memendamnya dalam ruang paling rahasia di dalam dada, dan mungkin, memampatkan emosi yang bisa meledak setiap saat.
Meski gadis primadona itu masih bertetangga sekomplek perumahan dinas --ayah keduanya satu instansi-- Fergusso tidak pernah berhasil mengajak Felicia berdua saja berjalan kaki ke sekolah.
Seorang teman pria yang santun dan lembut hati selalu setia menjemput Felicia dengan sedan berwarna Luxor Beige. Fergusso turut menumpang, menjadi kambing congek di jok belakang  Demikian pula pulangnya.
Lama kelamaan, Fergusso menjadi pengagum gelapnya, yang diam-diam menuliskan namanya dalam hati, setiap hari.
Kuliah tingkat pertama belum usai, harapan terpendam akhirnya terbuka di depan mata. Berapa kali pembicaraan rahasia antara ayah Felicia dan ayah Fergusso, membuahkan kesepakatan menyenangkan sekaligus dibencinya.
Menyenangkan, gadis impian diperoleh secara mudah dalam ikatan suci.
Dibencinya, karena Fergusso sebenarnya tidak rela menerima piring bekas --entah siapa yang menikmatinya-- menghabiskan sisanya lantas mencucinya.
Fergusso harus segera menikah --persisnya, dinikahkan-- dengan Felicia dalam tempo secepat-cepatnya dalam tata-cara sesingkat-singkatnya. Telah dua bulan Felicia berbadan dua, tanpa tahu siapa yang membuahi.
Tapi baiklah, lelaki itu mesti mengalah. Terbuka kesempatan bagi Felicia untuk membesarkan bayinya. Sambil jalan, Fergusso berharap bisa merakit kerelaan Felicia menjadi sebenar-benarnya istri.
Siapa tahu dalam perjalanan perkawinan, yang sebelumnya tidak pernah direncanakan, akan tumbuh benih-benih pelangi.
Sudah dua tahun berjalan, tidak juga Fergusso bisa menguasai jiwa Felicia.