Meski Indonesia tidak menerapkan lockdown, namun demikian pemerintah mengeluarkan kebijakan relaksasi dan restrukturisasi pembayaran kewajiban merespon dampak sektor usaha akibat covid-19.
Hal itu sejalan dengan konsep welfare state yang menegaskan, bahwa negara menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat.
Namun demikian, menurut hemat saya, kebijakan tersebut bersifat penanggulangan jangka pendek, karitatif, dan insidentil.
Kemungkinan krisis ekonomi bisa saja terjadi akibat pandemi yang berkepanjangan, mengingat sampai saat ini belum ditemukan obat penangkal mujarab.
Sebaliknya, ada baiknya kita tidak semata-mata menggantungkan kepada stimulus itu dan mulai belajar beradaptasi dengan kemungkinan timbulnya krisis ekonomi.
Bagi mereka yang hidup pada tahun 70-an barangkali sempat mengalami hidup prihatin, menyiasati sulitnya kondisi ekonomi waktu itu.
Saya teringat, beberapa langkah pengetatan ikat pinggang, antara lain:
- Makan berlauk seperempat telur, entah dari sebutir telur rebus dibagi empat atau sebutir dikocok bersama tepung lalu digoreng lalu dibagi banyak. Bisa juga dengan sekerat tempe atau tahu goreng dibubuhi kecap. Makan di luar adalah kemewahan yang dirayakan sebulan sekali.
- Langkah lain yang dapat dicontoh adalah pemanfaatan pangan lokal alternatif seperti, nasi jagung, ubi, singkong dan lain-lain dengan olahan variatif, serta mengurangi mengonsumsi makanan impor atau berbasis bahan impor. Secara tidak langsung, perilaku ini akan mendorong berkembangnya industri pangan, pertanian dan peternakan domestik.
- Langkah-langkah berikutnya adalah, mengkreasi mainan yang bukan didapat dari membeli, menggunakan pakaian bekas kakak atau anggota keluarga lebih besar yang layak pakai, dan seterusnya.
Memang beberapa bahan baku utama suatu produk masih impor, namun bukan berarti tidak bisa diperoleh dari dalam negeri. Misalnya tempe-tahu.
Terinformasi bahwa bahan baku tempe-tahu, kedelai lokal tersingkir oleh kedelai impor karena syahwat oknum tertentu (tahun 1980-an) untuk mengimpor komoditas tersebut. Hal itu menyebabkan petani enggan menanam kedelai, kecuali sebagai tanaman sela.
Industri gula domestik yang malas berproduksi juga bisa dicambuk agar lebih efisien sehingga produksinya mencukupi konsumsi dalam negeri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!