Setelah beberapa kali ritual, aku merasakan gelombang-gelombang berdenyut dalam diriku. Gelombang acak yang kian lama kian beraturan seperti membentuk bunyi.
Bunyi? Suara-suara? Rupanya Mbah Kencono sedang berusaha membaca pikiranku!
Berarti? Aku punya kesempatan untuk menyampaikan keinginan kepada orang pintar itu. Akhirnya harapanku terbentang!
Lima hari lalu aku membeli mie instan dan telur di warung Yu Jum. Dalam situasi hujan lebat rasanya nikmat menyantap mie rebus panas.
Puting beliung mendadak menerjang. Aku terkejut, menahan payung. Bungkusan kudapan terlepas dari pegangan disambar angin keras. Bergulir liar. Aku, melupakan payung, secepatnya mengejar kantung kresek itu agar tidak tergelincir ke dalam saluran air.
Bungkusan berhasil kuraih dengan gaya kiper menangkap bola. Demikian sigap sehingga membuatku kehilangan keseimbangan, terpeleset lalu tercebur ke dalam saluran yang telah menyungai itu.
Aku gelagapan berjuang keluar dari sergapan aliran air yang amat deras. Pergulatanku terhenti, manakala badanku tersangkut dalam gorong-gorong beton di bawah aspal jalan.
Harapanku hanya satu: ada manusia yang bisa kuajak berkomunikasi untuk menemukanku.
~~Selesai~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H