Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita tentang Hujan] Genangan Cap Go Meh

9 Februari 2020   06:08 Diperbarui: 9 Februari 2020   06:11 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Insiden kecil itu agak mengganggu. Namun, kemudian aku kembali memandang wajah berbinar diterpa sinar matahari sore dan memeluknya hangat.

Sesekali kepalanya bersandar di dadaku, saat ia tertawa kecil melihat aksi lucu peserta pawai.

Kukecup rambutnya, terhirup aroma melati. Pelukanku semakin erat sampai dengan seluruh rangkaian acara tersebut berakhir.

Kegembiraannya tiada habis kendati telah tiba di tempat kos, ia terus bercerita tentang pengalaman indrawinya, tentang gelegar aksi peserta dan tentang kemeriahan yang baru pertama kali disaksikannya.

Euis bertutur gegap gempita, ketika sebuah kecupan manis pada keningnya menghentikan semua cerita. Mata sayu itu memandangku. Kucium pipi kiri yang merona merah.

Kucium pipi kanan, kudengar alunan nafas lembut. Bibirnya  merekah basah. Wajahnya seperti semangkuk buah melon kupas baru dikeluarkan dari kulkas, segar, mengundang rasa untuk segera memakannya.

Mendadak sebuah kesadaran meluluh-lantakkan angan dalam sampan khayal.

"Euis, aku harus kembali ke tempat tadi!", mata sayu itu terbeliak melihatku melompat lesat keluar kamar meninggalkan tanya besar.

Kesetanan, kupacu sepeda-motor yang berteriak-teriak kucambuk sepanjang perjalanan diantara makian penyesalanku.

Tadi, jam 3 sore halte itu adalah tempat paling romantis di tengah keramaian, sekarang menjadi ruang sepi. Aku segera menerkamnya, melongok ke dalam tempat sampah yang telah kosong. Seluruh persendianku lepas, tulang-belulang lemas.

Panik, kutanya pria berseragam kuning tentang sebungkus rokok dalam tempat sampah. Mukanya tercengang, ludahnya tertelan, lalu melengos melanjutkan pekerjaan menyapu jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun