Dalam pekerjaan, setiap orang pernah melakukan kesalahan tidak disengaja atau direncanakan. Nobody's perfect. Bukan cuma kesalahan kecil, tapi kesalahan fatal sehingga berakibat kepada kerugian, mengganggu kenyamanan, mengacaukan konstelasi, membuat gaduh dan kekeliruan yang berpotensi memporak-porandakan tatanan.
Kesalahan pekerjaan yang tidak sengaja dilakukan, tetapi seolah menyebabkan dunia runtuh dan menjadi malapetaka tak terlupakan.
Lantas apakah yang harus diperbuat menghadapi kesalahan seperti itu? Mengemukakan bermacam dalih alias ngeles? Mempertahankan diri dengan ngeyel? Menghindar bahkan melarikan diri? Memecat bawahan jika dalam posisi sebagai atasan? Atau melontarkan pernyataan penghindaran (escape clause) lain?
Saya pernah membuat kesalahan fatal dan berat dalam pekerjaan sehingga menyebabkan seorang investor mengalami kerugian secara materiil maupun potensial.
Kealpaan Bawahan Penyebab Kegagalan Proyek
Suatu ketika saya menangani e-procurement, tender secara elektronik atau lelang melalui internet, dalam rangka memenangkan sebuah proyek konstruksi senilai Rp 9 miliar. Untuk itu ada investor yang sanggup membiayai seluruh proses, dari penyusunan dokumen awal sampai dengan pekerjaan fisik selesai.
Oh ya, perlu diketahui bahwa untuk memenangkan proyek diperlukan banyak biaya. Karena perusahaan yang ada dianggap tidak memenuhi kriteria lelang, maka perlu "menyewa" perusahaan lain yang sesuai.Â
Sertifikat tenaga ahli dan terampil juga disewa untuk memenuhi kualifikasi lelang. Ditambah "uang main mata" dengan "orang dalam" demi memastikan kemenangan.
Singkatnya, pada tahap awal diperlukan banyak uang untuk mendapatkan proyek. Untuk itu investor mengeluarkan dana hampir senilai sedan LCGC (Low Cost Green Car) baru.
Jadwal pelelangan cukup ketat, batas akhir pengunggahan dokumen penawaran kurang dari satu minggu sejak pengumuman, yakni tanggal 16 September 2018 pukul 8:00.
Saya menginstruksikan seorang staf administrasi untuk melakukan pengumpulan, penyusunan dan perapihan dokumen penawaran serta mengunggahnya sebelum batas akhir.Â
Pengunggahan tersebut boleh dilakukan berkali-kali sebelum batas waktu akhir pemasukan, mengingat sistem portal LPSE (Lelang Pengadaan Secara Elektronik) akan membaca file terakhir yang diunggah.
Pengunggahan dokumen penawaran cara demikian memungkinkan dilakukan cek dan ricek sebelum batas waktu berakhir.
Pada hari Sabtu, saya menelpon staf administri lebih baik segera memasukkan dokumen penawaran. Kebetulan saat itu saya sedang bertugas keluar kota, maka pengunggahan dipercayakan kepada staf.
Saya kembali terlalu larut malam, lelah dan ngantuk, sehingga memutuskan untuk pulang. Perjalanan pulang berlangsung mulus, tiba di rumah langsung pulas.
Keliru Mengingat Kalender
Hari Minggu sesudah subuh, saya menelpon staf administrasi, tidak diangkat. Kirim WA yang isinya, "Dokumen penawaran diunggah jam berapa ya?"Juga belum ada jawaban.
Sekitar jam 9:00 barulah ada telpon balasan dari staf administrasi tersebut, bertanya balik, "Bukannya batas waktu pengunggahan terakhir besok hari Senin tanggal 16, santai saja Pak?"
Hari itu adalah Minggu, tanggal 16 September 2018, dan dokumen penawaran sama sekali belum diunggahnya....!
Seluruh tulang-belulang melenting lalu terhempas tercerai-berai menjadi remahan, jantung mendadak berhenti berdetak, sukma terbirit-birit terbang meninggalkan tubuh memucat.Â
Begitu kira-kira yang saya rasakan pada saat itu. Ternyata sang bawahan alpa memerhatikan kalender. Tanggal 16 September diterjemahkan sebagai hari Senin, masih esok hari. Kenyataannya, tanggal 16 September adalah Minggu, hari itu.
Batas akhir pemasukan dokumen penawaran proyek terlewatkan, sistem pengunggahan telah tertutup. Artinya, perolehan proyek gagal total dan tidak bisa dikoreksi atau diakali dengan cara apapun. Kejadian itu tidak bisa diputar ulang seperti film.
Terbayang reaksi investor yang mengorbankan banyak uang untuk mendapatkan proyek itu. Pasti marah besar, memaki-maki dengan segala perbendaharaan kata-kata tentang isi kebun binatang, penghuni lautan dan langit serta planet luar angkasa.
Atau malah menuntut pengembalian kerugian secara materiil dan potensial, berupa keuntungan dimasa depan dari pengerjaan proyek konstruksi tersebut.
Sedemikian banyak sangkaan bersimaharajalela di kepala sehingga tiada ruang berpikir. Kekalutan memicu niat untuk ngeles, menghindar bahkan melenyap. Kemarahan sesaat membuat hendak memecat staf administrasi.
Saya merenung, bahwa melakukan apapun senada dengan tindakan tersebut tidak akan mengubah apapun, juga tidak akan mengembalikan kerugian.
Teringat sebuah ujaran, entah siapa yang membuatnya, menyatakan ihwal kesalahan, "Jika melakukan kesalahan, hadapi dan akui saja (admire it) dengan tulus serta berjanji akan melakukan hal lebih baik (making bigger promise).
Bermodal keyakinan tersebut, saya menemui investor untuk mengakui kegagalan perolehan proyek, akibat keliru menginterpresi tanggal pemasukan dokumen penawaran, sebagai tanggung jawab diri sendiri.
Saya bertanggung jawab atas kesalahan tanpa berdalih apapun dan tanpa menimpakan kesalahan kepada pihak lain, seperti dipertontonkan baru-baru ini oleh salah seorang pejabat. Setelah itu timbul perasaan lega, hanya tinggal menunggu akibat.
Dimarahi, diungkit mengenai besaran kerugian dan dimaki-maki oleh investor itu sudah pasti. Tetapi tidak lebih dari itu!
Pada hari lain, dalam suasana lebih tenang, Ia bahkan mendiskusikan tentang kemungkinan mendapatkan proyek lain sebagai kompensasi kerugian. Saya pun berjanji lebih keras (bigger promise) untuk memperoleh proyek yang lebih besar dan menguntungkan.
Tidak berapa lama, saya memperoleh proyek lain yang bernilai setara, dengan potensi keuntungan lebih baik dan biaya untuk "orang dalam" yang minimal. Investor senang tidak jadi merugi.
Dari peristiwa tersebut, barulah saya mengetahui dan mengerti istilah "hikmah" (blessing in disguise), bahwa di balik setiap permasalahan besar selalu terdapat maksud yang sesungguhnya lebih baik.
Bisa jadi kejadian tersebut merupakan upaya penyelamatan dari persoalan-persoalan yang jauh lebih rumit, dan menggantinya dengan kesempatan lebih baik.
Peristiwa tersebut saya rasakan sebagai sepercik air dari lautan kekuasaan Sang Maha Pengatur.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H