"Apakah Paman mengetahui riwayat Ruslan Tjakraningrat?" Aku mengeja ingatan nama yang terukir pada nisan tempat Pak Panji tadi menundukkan kepala.
"Oh itu. Saat wafat pada tahun 1968 Paman ikut mengurus penguburannya.Turut mendampingi dari Surabaya ke Pasarean Aer Mata".
Lanjutnya: "Beliau adalah adik kandung dari Kakekmu. Kenapa?"
Pak Panji menukas: "Almarhum Ayah pernah berpesan agar mencari makam Kakek, demikian supaya Saya tidak kepaten obor )*".
Lalu, terbata-bata melanjutkan, "Ruslan Tjakraningrat adalah Kakek Saya ......belum sempat bertemu .......keburu beliau mangkat....... ".
Matanya menggenang memohon penegasan, "Jadi berarti.....? Sebenarnya......?".
Pamanku mengganguk.
Atmaku menyembul dari lubuk kebingungan, mengepakkan sayap harapan lalu terbang menuju cakrawala pencerahan. Di sana, siluet Mas Bambang tergambar samar: pria berumur, berbadan tirus, berkisah sambil mengepulkan asap rokok kretek seperti kereta api, selalu meletakkan tangan kiri di belakang pinggang dan kaki kanannya agak pincang, sambil menyunggingkan senyum.
Â
~~Selesai~~
)* Kepaten Obor (bahasa Jawa): terputusnya tali silaturahmi antar keluarga (baik dekat maupun jauh) karena yang tua2 sudah  tidak ada atau sangat  sepuh sehingga tidak ada penyambung bagi generasi lebih muda.