Bukan sekali dua kali para pemilik uang tertipu dengan investasi bodong. Paling mutakhir adalah investasi "Kampung Kurma" yang berkantor di Kota Bogor dengan modus penjualan kavling tanpa dilengkapi pertukaran Akte Jual Beli (AJB).
Kampung Kurma menawarkan investasi kepada masyarakat dengan cara menjual kavling, kelak ditanami kebun kurma dengan sistem bagi hasil yang menggiurkan.
Tanpa menghitung time value, maka pengembalian investasi akan berkembang 300 - 375 % setelah lima tahun!
Sebaliknya, selama lima tahun dana investasi tersebut tidur saja tanpa menghasilkan apa-apa alias idle.
Iming-iming keuntungan besar yang selalu menyilaukan mata korban. Berulang kali orang tertipu investasi bodong. Di luar perhitungan rumit atau rasio keuangan njlimet, setiap penawaran usaha sebaiknya ditelaah terlebih dahulu risiko yang melingkupi.
Kegiatan usaha apapun mengandung risiko dan oleh karenanya penanaman dana pada usaha tersebut dapat menimbulkan konsekuensi untung atau rugi. Besar atau kecilnya risiko tergantung jenis investasinya.
Deposito adalah contoh investasi dengan tingkat risiko relatif kecil dan dijamin okeh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) sampai jumlah tertentu. Oleh karenanya, deposito merupakan investasi paling aman, namun dengan tingkat hasil paling kecil.
Saham yang listed pada bursa efek dalam rangka mendapat deviden juga menarik untuk penempatan dana. Return pemicu adrenalin terletak pada profit gain (perolehan untung) dan loss (kerugian) tergantung fluktuasi pasar saham. Risiko tergambar jelas pada prospektus saham bersama postur keuangan.
Alternatif investasi lainnya adalah obligasi (surat utang) dan reksadana dengan aturan jelas dan resiko terukur. Reksadana biasanya dikelola oleh fund manager yang mengatur penempatan dana sehingga hasilnya optimal.
Instrumen penanaman uang secara resmi di-endorse dan diawasi oleh otoritas seperti: Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan institusi terkait lainnya.
Selain itu, dana bisa diputarkan pada investasi bukan berupa uang atau investasi non-riil seperti, pembelian emas, bangunan atau project financing (pembiayaan atas proyek jangka kurang dari setahun).
Investasi dalam bentuk emas atau bangunan (rumah, gedung, apartemen) akan menghasilkan selisih uang lebih ketika dijual kembali. Untuk investasi di bidang properti bisa mendapatkan hasil dengan sewa atau dikelola pihak ketiga melalui sub-lease agreement. Investasi ini cenderung aman, kecuali barang itu dirampok atau hancur dimakan usia.
Umumnya investasi tersebut dikelola oleh institusi resmi dan terdapat penjaminan. Sebelum ditawarkan sebagai alternatif investasi, ia akan menggambarkan figur keuangan, aspek legal, manajemen, teknis, pemasaran, kondisi sosial-ekonomi yang mempengaruhi dan risiko-risiko yang tergambar jelas cara penanganannya (mitigasi). Ekspektasi pengembalian atau return on Investment (ROI) relatif kecil, berkisar 2 - 10 % per-tahun belum dipotong pajak.
Masih menginginkan investasi dengan hasil lebih besar? Bisa, dengan bertindak sebagai angel investor, yang tentu saja memiliki risiko lebih besar dibanding investasi diatur lembaga resmi.
Angel investor merupakan pilihan menanamkan dana pada usaha sektor riil, seperti: kuliner, toko, Â perusahaan, konstruksi dan sebagainya yang dikelola oleh saudara, kerabat atau teman yang kenal dekat. Uang tersebut ditanamkan semata-mata untuk mendorong usaha kerabat atau teman yang dikenal demi memajukan usahanya.
Di dalam dunia konstruksi sekelas UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) sering terjadi pinjam-meminjam dengan tingkat risiko dan bagi hasil bervariatif, tergantung tingkat kepercayaan.
Meminjam istilah dunia perbankan, penulis sebut investasi dengan skema project financing.
Menurut pengalaman penulis, penanaman dana untuk membiayai pekerjaan konstruksi dapat menghasilkan pengembangan dana sampai sebesar 5 - 10 % setiap bulan dihitung dari pokok dan dalam jangka waktu singkat, satu sampai tiga bulan.
Tetapi risiko yang dihadapi sangatlah tinggi. Paling umum adalah usaha yang telah dibiayai mengalami rugi atau bangkrut, meleset dari waktu dijanjikan, dibawa kabur atau paling ekstremnya seperti peristiwa penembakan kontraktor oleh seorang anak Bupati Majalengka.
Kesimpulan yang dapat ditarik: Â perolehan hasil investasi yang ditanamkan (Return on Investment/ROI) akan mengikuti besaran risiko. Semakin rendah tingkat risiko, maka semakin kecil pula ROI yang dihasilkan.
Demikian sebaliknya, kegiatan usaha dengan risiko lebih besar akan menghasilkan pengembalian dana lebih besar.
Dengan meletakkan hipotesis di atas, investasi pada usaha perdagangan narkoba dan kegiatan prostitusi akan menghasilkan ROI besar. Demikian karena risikonya pun amatlah besar, bahkan sampai bui. Usaha yang bankable tetapi secara moral tidak elok dibiayai.
Kembali ke bahasan awal. Artinya, sesederhana apapun suatu usaha akan memiliki risiko. Apabila seseorang atau sebuah entitas menyatakan bahwa kegiatan usahanya tanpa risiko, diduga kuat bisnis tersebut mempunyai potensi risiko teramat besar.
Sebagaimana terkatung-katungnya uang investasi mereka yang tertipu pada kasus "Kampung Kurma" dan investasi bodong lainnya.
Alangkah baiknya apabila sebelum berinvestasi, selain meneliti aspek legalitas dan figur keuangan, juga mempertimbangkan risiko-risiko usaha serta klausul penanganannya.
Jika dipromosikan bahwa suatu usaha menghasilkan keuntungan dahsyat tanpa risiko, seyogianya abaikan saja tawaran tersebut.
Tawaran investasi yang "too good to be true" biasanya merupakan omong kosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H