Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Panacea, Obat Mujarab Penyembuh Segala

13 November 2019   16:01 Diperbarui: 14 April 2021   14:36 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengetahui lebih jauh obat panacea (dokumen pribadi)

Kemarin saya menjenguk seorang kerabat yang berbaring tidak berdaya terkena serangan stroke. Aktivitas yang bisa dilakukannya hanya tidur, duduk dan menggerakkan tangan kanan. Semua kegiatan dilakukannya di atas tempat tidur.

Tidak sekalipun ia turun dari ranjang untuk sekedar berdiri, keluar kamar dan berjalan membiarkan diri disiram cahaya matahari. Padahal ada sebuah kursi roda telah berdebu selama tiga tahun. Katanya, sudah lumpuh tidak mungkin bisa sembuh.

Lain waktu, seorang kawan mengeluh sakit sehingga saya diminta tolong mengawasi hal teknis dan administratif proyek sedang ditanganinya. Kawan berpenyakitan itu berbadan tinggi besar, sekitar 180 cm, dan merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) sebuah asosiasi perusahaan konstruksi. Sama sekali tidak mencerminkan mahluk berpenyakit: kurus kerempeng, tidak doyan makan dan hanya bisa terbaring tiada daya.

Chinese Food merupakan makanannya selama sakit, diseling dengan nasi gulai kepala kakap dan sop kaki sapi, ditutup dengan hisapan sebatang rokok serta hirupan segelas kopi.

Kenalan lain akan mengkonsumsi obat sakit kepala merek tertentu yang konon lebih manjur dibandingkan tablet serupa merek lain. Padahal jika dicermati komposisinya sama. Atau ada pula yang meminum obat pengencer darah, tanpa saran dokter, agar terasa ringan dan tidak gampang puyeng.

Selain obat-obatan medis, banyak bersliweran pengobatan alternatif lain yang dikisahkan kemujarabannya dari mulut ke mulut, iklan media, tempelan stiker di tiang listrik atau di dinding wc umum. 

Upaya substitusi itu bisa berupa: obat herbal, terapi gigitan hewan, olesan, penyemburan dengan ludah, dukun sihir dan segala iklan mengenai penyembuhan diluar ilmu medis. Pokoknya segala macam penyakit bisa sembuh dengan metode itu.

Lantas, manakah diantaranya yang memiliki kemampuan penyembuh segala penyakit?

Panacea, adalah ramuan/obat yang diharapkan mampu mengobati segala jenis penyakit dan membuat panjang umur. Panacea dicari oleh para alkimiawan berkaitan dengan pencarian "ramuan/minuman kehidupan" serta "batu filsuf", sebuah zat mitos yang mampu mentransmutasi logam biasa menjadi emas (Wikipedia).

Sepanjang sejarah kemanusiaan, orang senantiasa mencari cara atau obat mujarab yang bisa menyembuhkan penyakit, mengawetkan kehidupan atau asupan untuk meningkatkan kualitas hidup (entah menambah, memanjangkan, membesarkan, menghilangkan dan seterusnya).

Pencaharian tersebut berlangsung selama manusia masih ada.

Pengetahuan kedokteran sudah ada sejak jaman dahulu. Barangkali, akupuntur lebih tua. Teknik penyembuhan lainnya mengikuti daya nalar masing-masing kehidupan, misalnya perdukunan atau ilmu sihir akan berkembang di masyarakat masih terbelakang. Seperti halnya mereka yang lebih percaya investasi bodong "kampung kurma" daripada instrumen penanaman modal lain yang legal.

Namun tiada satupun yang benar-benar terbukti manjur menyembuhkan penyakit beruntai-untai seperti tempelan iklan pada pintu angkot. Satu dua orang berbusa-busa mempromosikan metode mujarab. Alhasil, hanya menjadi ritual pemborosan saja. Sembuh tidak, uang amblas iya!

Sampai kemudian satu peristiwa menginspirasi saya.

Seorang yang kelihatan bugar, sendiri menaiki sepeda motor, berjalan gesit ikut antrian dokter spesialis saraf. Sayapun bertanya, sehat wal-afiat begitu kok ke dokter yang biasa menangani stroke?

Pria yang berprofesi sebagai pedagang soto mie itu menjelaskan, bahwa empat tahun lalu ia pernah terserang stroke. Parah, lumpuh dan sudah divonis tidak akan berumur lama oleh dokter.

Kesembuhan sekarang adalah hasil mengkonsumsi obat-obatan saran dokter, therapi, menghindari makan garam dan pantangan lainnya serta minum jamu godok. Menurutnya, obat paling penting dalam mencapai kesembuhannya adalah: Semangat untuk hidup! Tanpa itu, semua upaya menjadi sia-sia.

Penderita lain, setiap usai menunaikan ibadah shalat Subuh berjalan kaki dari rumahnya sejauh satu setengah kilometer menuju kantor. Pria itu terkena serangan stroke pada bulan Februari lalu dan sudah menampakkan kemajuan pemulihan yang pesat. Semangat untuk sembuh membuatnya kian sehat.

Demikian pula kenalan-kenalan lain menyatakan bahwa semangat untuk sembuh, untuk bangkit, telah demikian membuka peluang pulih seperti semula. Obat-obatan medis adalah sarana bantu yang direkomendasikan dokter dalam proses penyembuhan.

Demikian pula alternatif pengobatan lain, ia merupakan alat bantu untuk meyakinkan diri sendiri agar sehat. Kalau tidak bisa meyakinkan, maka cara lain tersebut hanya akan menyia-nyiakan uang belaka.

Sebagaimana diilustrasikan dalam kisah ini:

Si Fulan tidak memiliki telpon genggam dan mempunyai keinginan kuat memberi kabar kepada kerabat via angin. Ia menuliskan pesan itu pada sepotong kertas, akan tetapi tidak tahu cara mengirimnya.

Pergilah ia ke seorang dukun sakti mandraguna ke seluruh mancanegara. Sambil berkomat-kamit tidak jelas, sang dukun meminta nomor yang dituju, memijit-mijit telpon genggam, memencet "send" dan terkirimlah pesan yang sudah ditulis si Fulan sebelumnya. Begitulah kesaktian dipertontonkan.

Sesungguhnya perlu menanamkan keyakinan dalam diri. Sebuah afirmasi yang diulang-ulang tentang suatu kepercayaan kuat menuju kesembuhan. Obat, terapi, akupuntur dan sebagainya adalah alat bantu dalam proses pengobatan.

Maka kemudian saya memahami bahwa panacea, atau obat untuk penyembuhan segala penyakit itu tidak ada. Semuanya kembali kepada sugesti dan keyakinan diri untuk sembuh.

Dengan demikian saya baru mengerti sebuah ucapan seorang ulama:

"Bahwa Allah penyembuh, bukan berarti manusia boleh berpangku tangan". (sumber)

~~Selesai~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun