Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Empat Lelaki Mengejar Matahari

5 Oktober 2019   10:49 Diperbarui: 5 Oktober 2019   11:22 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dulu, Saya doyan....melahap....soto.....babat...santan di ujung...jalan" terbata Mus berkisah.

Menekan suara sekuat mungkin, Rio menimpali "Saya tidak sefanatik itu, malahan kalau dulu makan seadanya saja. Biarpun cuma ketemu warung nasi Padang, warung sop iga atau gule kambing.......hahahaha! Namun yang membuat saya begini, sebetulnya karena jarang istirahat. Tuntutan pekerjaan menjadikan waktu lowong terbatas. Di lapangan menghadapi berbagai persoalan mendidihkan darah. Di kantor menemui pekerjaan kertas kudu kelar cepat ditambah bos senang meradang sambil ongkang-ongkang kaki".

Rio menghela nafas "sembilan bulan lalu saya mendadak sakit kepala hebat, lemah tak mampu menggerakkan badan. Terlambat dibawa ke Rumah Sakit. Saat itu tidak ada yang mengerti. Hampir bersamaan dengan pak Mus yang juga terserang bagian kanan, hanya beda sebulan". Mus memamerkan gigi mengangguk. Sekitar enam tahun lalu, Ikin dan Oji terserang penyakit yang melumpuhkan bagian kiri.

"Boleh jadi Tuhan masih menyayangi, dikaruniai penyakit seperti in. Bukan ujian..........!" Rio melanjutkan, "Selama sehat, Saya bernas melakukan apa saja: makan sesuka-hati, menghabiskan waktu untuk hal sia-sia dan  --mungkin-- berbuat ihwal yang merugikan orang lain, bahkan melakukan tindakan melanggar aturan agama. Selama itu pula saya melupakan ibadah......." kornea mata membasah, ketiga orang pria lainnya terdiam.

"Beruntunglah, masih dikasih tenggang. Coba seandainya dicabut nyawa dalam keadaan lalai....? Kini, dengan membatasi gerak, DIA memberi kesempatan melunasi  hutang perbuatan buruk di masa lalu dan mendekati-NYA" Rio menutup pembicaraan yang cukup menguras tenaga.

Tidak berapa lama perjumpaan itu usai, empat lelaki paruh baya kembali ke maksud masing-masing. Oji dengan tongkat penopang di kiri berjalan tertatih beriringan dengan Mus kembali menuju kantor, memenuhi kewajiban sebagai Aparatur Sipil Negara. Ikin berjalan perlahan pulang ke istri yang selesai memasak ayam kecap. Rio menyantap siang sambil meringankan jalan.

Besok, kembali empat lelaki itu --yang sedang dalam masa pemulihan paska terserang stroke-- berjemur mengejar pancaran matahari pagi, menghangatkan badan dan saling menyemangati. Entah sampai kapan?

~~ Selesai ~~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun