Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Fajar Menelan Senja

9 September 2019   09:10 Diperbarui: 9 September 2019   10:59 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulau sudah lenyap, daratan sudah tenggelam. Harapan telah pupus. Hangus hatinya, rindu mendalam tak berbalas merupakan benih dari jiwa mendidih. Setelah itu sepak-terjangnya pun berimbuh lantang, keras, untuk melupakan Senja menawan. Tiada lagi asap knalpot angkutan umum berburai turut menemani Fajar menyambangi rumah Senja. Puri berpagar tinggi itu sudah mengungkung pintu bagi penghampirannya. Termenung tumpul memikirkannya kedalam benak.

"Semua berlaku tidak adil...! Negara telah bertindak tidak adil kepada rakyat kecil....!!!" garang diteriakkan pada lorong kampus yang sepi. Amarah menggelar ketika melihat seseorang sedang membaca buku Arief Budiman, Jalan Demokratis ke Sosialisme: Pengalaman Chlii di Bawah Allende.

"Apa yang kamu baca, hah.......???. Pasti bacaan tentang komunis....!!!!!?". hardik Fajar kalap.

"Bukan Kang. Bukan..... Buku ini mengisahkan peristiwa coup d'etat di negara Chili pada tahun 73'an".

"Dengan sandi 'Jakarta Operation' yang terinspirasi dari keberhasilan peristiwa serupa, dimana Soeharto berhasil menggulingkan Soekarno tanpa menggunakan kekutan militer".

"Di eselon dua,  jenderal Augusto Pinochet membunuh Jenderal Ver sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, sehingga bisa menggulingkan Salvador Allende. Presiden sipil itu membuat Nixon marah karena telah menasionalisasi perusahaan pertambangan dan perbankan milik korporasi Amerika. Maka diduga ada keterlibatan CIA dalam Operasi Jakarta di Chili".

Fajar meradang: "Tapi khan Allende penganut marxisme...!!! Dasar antek PKI....!!!!!"

Mereka berperang mulut tak berujung bak dua prokrol bambu sampai ketika Fajar merobek-robek buku, yang diharamkan pada jaman Orde Baru itu, memukul lalu meluluh-lantakan bangku kayu berkali-kali pada lengan lawan yang sudah patah tidak berdaya. Belum tahun ke dua Fajar dijemput keluarganya pulang ke kampung sebelum senja. Tidak kembali.

@@@

".......ada orang sepasukan masuk melompati jendela nako. Kalian tidak lihat?" seru Fajar kian meringkuk mengatupkan kedua tangan menutupi muka sangat ketakutan.

"Tadi siang juga bermunculan tentara-tentara berbayonet panjang dari pematang sawah..... Waspada! Mereka hendak menyerang kita. Seluruh kampung...." enam orang berusaha memegang kukuh seraya menenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun