Di Puskesmas yang dokternya sering menghilang dan lebih banyak perawat yang bekerja seharusnya perawat mendapatkan insentif lebih besar.
Pemda dan Dinas Kesehatan tidak berhak menahan anggaran kapitasi untuk Puskesmas.
Para pekerja RS di front terdepan dalam menangani pasien seharusnya mendapat insentif lebih besar dari direktur atau jajaran manajemen.
Faktor geografis juga harus dipertimbangkan. Contoh :
Teman-teman tenaga kesehatan di Jakarta yang bersimbah peluh setiap hari menangani ribuan pasien seharusnya mendapatkan insentif lebih dibandingkan para tenaga kesehatan di Papua yang jumlah pasiennya hanya 50-100 orang per hari karena memang kendala akses mencapai faskes yang jauh.
RS pun begitu. Contoh :
Untuk RS Swasta seharusnya ditetapkan tarif INA-CBGs yang lebih tinggi karena biaya operasional mereka seperti gaji karyawan tidak dibantu pemerintah seperti halnya RS Pemerintah.
RS Pemerintah pun harus berbeda antara BLU yang sebagian dana operasionalnya harus mencari sendiri, dengan RSUD yang biaya operasionalnya masih sepenuhnya dibiayai Pemda.
Intinya segala kebijakan yang diambil harus memenuhi prinsip keadilan bagi semua pihak, baik masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan, maupun para penyedia jasa pelayanan kesehatan.
JKN dengan BPJSnya harus jalan terus. Kita dukung untuk menuju perbaikan di masa depan yang lebih baik sesuai harapan semua pejuang kesehatan di Indonesia dalam mempersembahkan pelayanan kesehatan bagi rakyat Indonesia yang efektif, efisien, bermutu dan tidak diskriminatif.
Satu hal lagi yang perlu dipikirkan bersama adalah tentang masalah anggaran untuk investasi. INA-CBGs jelas tidak mencakup anggaran untuk investasi. Seperti kita ketahui, biaya investasi untuk pengadaan alat medis dengan teknologi terkini sangat mahal.