Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Editor - wirasastwa

menjadi penulis berita adalah jalan kesuksasean menjadi primadona blogger https://topupff.org/game/mobile-legends

Selanjutnya

Tutup

Games

Sifat - sifat bocah yang sering top up

13 Januari 2025   11:32 Diperbarui: 14 Januari 2025   16:49 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Top Up HOK Dalam dunia game online, top up adalah istilah yang sudah tidak asing lagi. Aktivitas ini merujuk pada pembelian item atau mata uang dalam game menggunakan uang asli. Namun, ada fenomena unik yang sering muncul di kalangan bocah gamers, terutama yang obsesinya dengan top up sudah kelewat batas. Mulai dari cara-cara kreatif hingga kontroversial seperti menipu, rush push, dan berbagai sifat lainnya, berikut adalah ulasan mendalam tentang karakteristik mereka.

1. Si Tukang Nipu: Bermodal Licik Demi Top Up

Sifat ini mungkin yang paling disoroti. Bocah dengan mentalitas ini akan melakukan berbagai cara curang untuk mendapatkan uang demi top up. Mereka bisa saja:

  • Memanipulasi Orang Tua: Dengan alasan palsu seperti "buat tugas sekolah" atau "beli buku pelajaran", mereka berhasil mendapatkan uang dari orang tua.

  • Menipu Teman: Ada juga yang tega meminta uang teman dengan janji palsu, seperti "nanti aku beliin skin juga" atau "pinjam sebentar, nanti kukembalikan."

Sifat licik ini tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga mencoreng kesenangan bermain game yang seharusnya didasari kejujuran.

2. Si Tukang Rush Push: Apa Pun Demi Skin Keren

Bocah dengan sifat ini dikenal memiliki ambisi besar untuk tampil keren dalam game, bahkan jika harus mengorbankan banyak hal. Rush push adalah istilah yang menggambarkan tindakan mereka yang membabi buta demi mencapai tujuan:

  • Menghabiskan Uang Tabungan: Mereka rela menguras celengan demi membeli diamond atau mata uang game.

  • Memaksa Orang Tua: Tidak sedikit yang merengek atau bahkan marah-marah saat permintaan mereka tidak dipenuhi.

  • Mengambil Jalan Pintas: Jika tidak berhasil memaksa, mereka bisa saja mengakses kartu kredit orang tua tanpa izin.

Ambisi mereka sering kali lebih besar dari kemampuan finansial keluarga, menciptakan konflik di rumah.

3. Si Tukang Flexing: Pamer Skin HOK di Mana-Mana

Setelah berhasil top up, bocah ini memiliki sifat lain yang tak kalah menggemaskan, yaitu suka pamer. Sifat ini muncul karena:

  • Kepuasan Personal: Skin atau item premium membuat mereka merasa lebih hebat dibandingkan pemain lain.

  • Ingin Diakui: Mereka ingin teman-temannya tahu bahwa mereka punya barang mahal dalam game, meskipun itu hasil top up.

Namun, sikap pamer ini sering kali mengundang ejekan, terutama jika kemampuan bermain mereka tidak sebanding dengan jumlah uang yang dihabiskan.

4. Si Tukang Ngambek: Kalau Gagal Top Up, Dunia Berasa Hancur

Ketika usaha untuk top up gagal, bocah ini bisa menunjukkan reaksi yang dramatis:

  • Ngambek Berhari-hari: Tidak bisa mendapatkan skin atau item yang diinginkan sering kali membuat mereka murung.

  • Marah pada Orang Lain: Entah itu kepada orang tua, teman, atau bahkan developer game yang dianggap "tidak adil" karena item yang mereka inginkan mahal.

Sifat ini menunjukkan betapa pentingnya edukasi emosional, agar mereka tidak bergantung pada materi dalam game untuk kebahagiaan.

5. Si Tukang Strategi: Kreatif Tapi Salah Arah

Ada juga bocah yang sebenarnya punya kreativitas tinggi, tetapi sayangnya digunakan untuk hal yang salah. Contoh strategi mereka adalah:

  • Mencari Celah Promo: Mereka terus mencari bug atau promo diskon untuk top up murah, bahkan jika caranya ilegal.

  • Menggunakan Cheat: Beberapa rela mengambil risiko terkena banned demi mendapatkan item yang mereka idamkan tanpa harus membayar mahal.

Kesimpulan

Fenomena bocah gamers yang obsesif dengan top up seperti "HOK" menunjukkan betapa pentingnya peran orang tua dan komunitas dalam mendidik mereka. Game memang dapat menjadi sarana hiburan dan edukasi, tetapi jika tidak dikontrol, dapat menjadi bumerang yang merusak moral dan keuangan.

Sebaiknya, top up dilakukan secara bijak dan terukur. Jadikan game sebagai hiburan, bukan tempat untuk mengejar pengakuan atau kepuasan semu. Dengan edukasi yang baik, sifat-sifat seperti menipu, rush push, dan lainnya bisa diminimalisir sehingga anak-anak dapat menikmati game dengan cara yang sehat dan menyenangkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Games Selengkapnya
Lihat Games Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun