Bagi generasi sekarang ini, mungkin tidak tahu dengan banyaknya jenis permainan yang ada dari dulu. Untuk mengisi waktu luang, generasi dulu tidak ada yang bermain gadget karena memang belum ada. Untuk mengisi keceriaan anak-anak ketika itu, yang dilakukan adalah melakukan permainan tradisional.Â
Tanpa disadari, melalui permainan tradisional kitab isa belajar banyak hal. Dan hal-hal yang dipelajari tersebut, salah satunya bisa membuat kita belajar untuk saling mengerti dan memahami antar sesama. Inilah bibit toleransi yang tanpa disadari telah ditanamkan para orang tua kita sejak dulu.
Salah satu permainan yang banyak mengandung nilai-nilai positif adalah permainan tradionsl bentengen. Dalam permainan ini dimainkan oleh banyak anak dan terbagi dalam grup. Masing-masing grup mempunyai markas atau benteng sendiri. Tempat yang dijadikan benteng bukanlah rumah atau ruangan, melainkan pohon, tiang, batu atau tempat yang ada disekitar kita.Â
Bagaimana pola permainannya? Antar grup berusaha menguasai benteng lawan. Jika lawan bisa menyentuh benteng dan menawan lawan, maka permainan dinyatakan menang atau selesai.Â
Untuk bisa menyentuh benteng, tentu dibutuhkan Kerjasama. Untuk bisa melakukan Kerjasama, tentu harus satu visi, agar tujuannya bisa tercapai. Tidak boleh ada yang merasa kuat atau lemah.Â
Tidak boleh ada yang merasa pandai atau bodoh. Semuanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Pada titik inilah diperlukan upaya untuk saling memahami orang-orang di dalam grup, atau antar grup.
Permainan tradisional ini mengajarkan sportivitas, kekompakan dan kejujuran. Bahkan jika kalah juga harus menghargai kemenangan. Jika lawan saja dihargai, semestinya orang lain pun juga bisa dihargai. Nilai-nilai ini pada dasarnya bisa dijadikan cara untuk bisa menangkap paham-paham yang menyesatkan seperti radikalisme.Â
Sebagai orang Indonesia, tentu kita tidak bisa dilepaskan dengan nilai adat istiadat dan agama. Seperti layaknya permainan benteng yang tidak mudah dibujuk rayu untuk mempertahankan benteng, dalam kehidupan nyata kita juga tidak boleh terkena bujuk rayu radikalisme.
Benteng yang bisa kita jadikan cara adalah memahami agama dan nilai kearifan lokal secara obyektif dan benar. Dengan demikian kita tidak akan lupa dengan asal muasal kita. Dengan belajar dari hal-hal kecil seperti permainan tradisional, kita bisa memahami hal-hal yang lebih besar.Â