Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi, Solusi Merdeka dari Provokasi

21 Agustus 2021   10:42 Diperbarui: 21 Agustus 2021   11:03 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agustus menjadi bulan yang spesial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Karena di bulan ini, tepatnya 17 Agustus diperingati sebagai hari kemerdekaan Indonesia.

Esensi kemerdekaan ini perlu kita kenang setiap tahun, agar bisa jadi ajang introspeksi dan tidak hanya sebatas seremonial. Apa yang perlu kita renungkan di bulan kemerdekaan ini?

Salah satu yang bisa kita renungkan adalah upaya para pendahulu untuk menciptakan hidup yang merdeka. Karena Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi yang merdeka.

Dulu konteks merdeka adalah bebas dari penjajahan. Seperti kita tahu, Indonesia pernah merasakan ratusah tahun hidup dalam masa penjajahan. Di masa itu pula, para pendahulu kita hidup dalam tekanan, hidup dalam ketakutan, dan tidak bisa mengembangkan potensinya sebagai manusia yang mendapatkan akal. 

Akhirnya, mulailah muncul berbagai perlawanan di berbagai daerah. Karena ketika itu politik adu domba juga menguat, membuat pola perjuangan menjadi parsial.

Meski ketika itu belum ada media sosial, adu domba atau provokasi sudah masif terjadi. Dan dampak yang harus ditanggung adala hidup merasakan penjajahan selama ratusan tahun.

Kini, penjajahan fisik memang sudah tidak terjadi, namun masih banyak orang yang mengatakan Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Salah satunya belum merdeka dari hoaks, provokasi dan ujaran kebencian. Banyak sekali oknum yang tak bertanggung jawab, justru menebar informasi menyesatkan yang bisa memicu terjadinya konflik.

Kebiasaan buruk ini tak bisa dilepaskan dari maraknya propaganda radikalisme yang dilakukan oleh kelompok radikal. Mareka berusaha menguasai media sosial, menebar ketakutan, menebar kegaduhan, memutarbalikkan fakta, agar mereka bisa mendiskreditkan pemerintah. Tujuannya untuk memunculkan konsep khilafah.

Akhirnya, kelompok ini terus melakukan berbagai cara untuk melakukan provokasi-provokasi dalam segala hal. Dulu selalu berkaitan dengan isu keagamaan. Kini isu politik, sosial, bahkan bencana alam saja, seringkali dimunculkan hoaks, provokasi dan ujaran kebencian. Praktek ini tidak jarang memicu terjadinya konflik di daerah-daerah tertentu. Terlebih tingkat literasi masyarakat masih cenderung rendah, dan belum merata di berbagai daerah.

Literasi memang menjadi kunci. Tanpa literasi kita akan dengan mudah diombang-ambingkan oleh informasi menyesatkan. Literasi menjadi kunci di tengah kemajuan informasi seperti sekarang ini.

Seperti kita tahu, informasi tentang apa saja sekarang ini begitu mudah untuk diakses, begitu mudah untuk disebarluaskan. Ketika informasi yang diakses atau disebarluaskan positif, tidak tidak masalah karena memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Tapi juga yang disebarluaskan mengandung konten negatif, inilah yang akan menjadi masalah.

Karena saat ini belum ada teknologi yang secara canggih untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran hoaks, provokasi dan ujaran kebencian, maka yang harus dilakukan adalah membentengi diri dengan literasi.

Dalam hal ini adalah ilmu agama, ilmu sosial. Ilmu kebangsaan atau nasionalisme, atau informasi apa saja yang bisa kita jadikan pembading atau referensi. Sehingga kita tidak akan mudah percaya dengan informasi yang berkembang.

Di bulan kemerdekaan ini, mari kita jadikan bulan ini sebagai momentum untuk merdeka dari segala pengaruh buruk, termasuk bebas dari hoaks, provokasi dan ujaran kebencian.

Indonesia kaya akan nilai-nilai kearifan lokal. Mari kita implementasikan nilai-nilai luhur ini dalam setiap ucapan dan tindakan, agar bisa menjadi tameng dari provokasi, ujaran kebencian dan hoaks. Salam literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun