Bincang tentang etik (etika) tidak tertutup kemungkinan terkesan kurang menarik, atau bahkan tidak penting. Tapi, secara perlahan marilah kita coba "dibuat menarik", karena keberadaan etika justru penting untuk mengawal perusahaan atau lainnya menuju kemajuan dan kebesaran di masa mendatang.
Menuju kemajuan dan kebesaran perusahaan tak lepas dari beberapa unsur utama, yakni : sumber daya manusia/karyawan, budaya perusahaan, visi dan misi, integritas, peraturan perusahaan, kode etik. Â BUDAYA PERUSAHAAN tentunya perlu/harus diciptakan untuk diketahui dan dipahami seluruh karyawan agar selalu mengedepankan integritas.
Sebagaimana dinyatakan Pakar Motivasi Indonesia bahwa dengan penekanan "integritas tinggi" maka kita semua diharapkan tidak berbohong, tidak merusak, tidak mengambil sesuatu yang bukan miliknya, tidak melanggar hukum, tidak melanggar etika, lebih bertanggung-jawab atas tindakan, dan selalu menjaga kata-kata agar tidak melukai kemanusiaan orang lain; budaya organisasi akan menjadi kunci keberhasilan perusahaan; budaya organisasi yang kuat berarti nilai-nilai inti perusahaan betul-betul menjadi ideologi yang dipatuhi dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari di tempat kerja (Djajendra).
Selain budaya perusahaan, VISI & MISI juga tak kalah penting. Karena tujuan etika harus sejalan dengan tujuan perusahaan. Bahkan, keberadaan SUMBER DAYA MANUSIA sangat diperlukan, walau sebagai manusia tentu mereka "tak lepas" dari kekurangan (ketidak-sempurnaan) terutama dalam menjalankan aktivitas perusahaan.
Maka dari itu, Top Manajemen TGI Nosa P. Kurniawan mengatakan bahwa ketidak-sempurnaan jangan terlalu dipermasalahkan secara berlebihan karena diyakini di balik kekurangan itu "tersembunyi" kelebihan yang mungkin belum tergali atau digali secara maksimal oleh yang bersangkutan dan/atau ahlinya. Filosofi Jawa menyatakan URIP IKU URUP artinya hidup itu bagaikan "sinar atau penerang".
Hidup dan kehidupan itu hendaknya dapat memberi manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Semakin besar manfaat yang bisa diberikan tentunya akan lebih baik, namun sekecil apa pun manfaatnya jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.
Mencetak orang pandai tentunya mudah, tapi mencetak ORANG BERINTEGRITAS dirasa tidak mudah (sangat sulit). Dikatakan demikian, karena potensi seseorang melawan etik bisa dikatakan seiring dengan berjalannya waktu, satu jam lalu yang bersangkutan masih beretika tapi tidak tertutup kemungkinan satu jam berikutnya akan terkontaminasi yang disadari atau tidak disadari mudah melakukan "perbuatan tercela".
Bekerja yang baik dan benar kiranya perlu menjadi perenungan karyawan, mengingat di lapangan tidak tertutup kemungkinan banyak peluang samar-samar (negatif) yang selalu menggoda. Maklum, di negeri ini meskipun sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tapi kadang atau sering terjadi penggiringan perilaku ke ranah "Abu-Abu" (hitam tidak, putih-pun tidak) sehingga acapkali merepotkan banyak pihak. Itulah, PENTINGNYA ETIKA DI TEMPAT KERJA.
Dalam konteks ini, dipandang perlu para karyawan "dibekali" SPIRITUAL (pencerahan batin/ruhani) dan ETIKA (pecerahan lahir/jasmani) guna lebih baik dalam menjalankan pekerjaan sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) serta Standar Operasional Prosedur (Sop) di suatu perusahaan. Sebagaimana diketahui, bahwa PROSES merupakan hal penting yang menjadi "penentu" dari sebuah Hasil Akhir.
Nikmati setiap proses, karena dengan menikmati proses kita dapat lebih tahu dan paham setiap detil yang dilalui agar jika ada kesalahan bisa segera diperbaiki. Dengan menikmati proses akan terhindar dari niat mengambil "jalan pintas" yang berpotensi merugikan orang lain maupun masyarakat. Apalagi, karyawan harus menjaga kerahasiaan atas segala informasi perusahaan serta tidak mengungkapkan dan/atau mendiskusikannya dengan pihak lain.
Menurut kamus Bahasa Indonesia, pengertian ETIKA memiliki beragam makna. Di satu sisi maknanya adalah prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok. Makna berikutnya, adalah kajian moralitas. Meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis pengertiannya. Etika semacam telaah terhadap aktivitas maupun hasilnya, sedangkan moralitas merupakan subyek perilaku.
Dengan demikian etika merupakan "studi standar moral" untuk mencapai adanya simpulan tentang moral yang benar dan moral yang salah, atau moral yang baik dan moral yang tidak baik. Standar moral pertama kali terserap dari KELUARGA ketika kita masih kanak-kanak, sehingga sikap dan perilaku orang-tua pasti menjadi suri tauladan (panutan). Demikian pula, di tempat kerja, sejatinya "para senior" siapa pun dia diharapkan dapat menjadi panutan bagi yunior-nya.
Ada kata bijak/filosofi bahwa PEMBUSUKAN IKAN SELALU DIMULAI DARI KEPALA-NYA. Hakikat kepemimpinan tercermin dalam sabda Rasullullah s.a.w yaitu pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR. Abu Nur'aim). Dengan demikian, memang sangat berat pegang "amanah" sebagai PEMIMPIN terutama pemimpin perusahaan sebab melekat pada dirinya sikap maupun perilaku yang baik dan benar agar dapat "mengorang-kan/memanusia-kan" para karyawan (agaknya, lebih tepat pakai istilah/sebutan "pemimpin" daripada pimpinan).
Lebih lanjut dikatakan Djajendra bahwa pimpinan yang jujur serta tim manajemen yang peduli kepada karir dan masa depan karyawan akan menjadikan karyawan semakin mencintai perusahaan; maklumlah loyalitas tidak dapat dibeli tetapi didapatkan dari rasa hormat.Â
ETIKA BISNIS dipakai masyarakat moderen. Ada yang menyatakan bahwa etika bisnis merupakan standar yang diterapkan pada sistem perusahaan dalam memproduksi, mendistribusikan barang dan jasa, serta diberlakukan kepada orang-orang di dalam perusahaan. Meskipun perilaku tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun dalam jangka panjang cenderung menjadi "kekalahan" yang bisa meruntuhkan hubungan kerjasama berjangka lama dengan pelanggan dan anggota masyarakat di mana kesuksesan bisnis sangat bergantung.
Pelanggan akan melawan sebab punya persepsi adanya ketidak-adilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis, serta bisa mengurangi minat untuk membeli produknya. Buku berjudul BUSINESS ETHICS memberi pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan; maka tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika dan bisnis selain dengan mengamati yakni "bagaimanakah perusahaan riil telah benar-benar berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis-nya !?"
Kendati demikian, Etika Bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah, karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, maka bisnis itu lebih memilih "keuntungan" daripada etika.
KONFLIK KEPENTINGAN atau kemungkinan terjadinya konflik kepentingan harus dihindari. Konflik kepentingan muncul ketika "ada kesempatan" untuk mendapat keuntungan pribadi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi penilaian, objektivitas, independensi, dan loyalitas terhadap perusahaan.
Tentunya ketentuan etik menyasar kepada para karyawan untuk "tidak menerima" dari pelanggan di antaranya adalah : pembayaran tunai dalam jumlah besar, tips, hadiah berharga, suap. Maka dari itu, diharapkan karyawan memberitahu kepada atasan atau pimpinan sesegera mungkin ketika dia menyadari bahwa kepentingan pribadinya atau kepentingan sesama karyawan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dengan perusahaan. Bahkan, tak kalah pentingnya agar pihak perusahaan "tidak terlibat" dalam kasus korupsi apa pun bentuknya dengan institusi pemerintah sebagai pelanggan.
Ada dua poin penting terkait dengan "Prinsip-Prinsip Integritas", yaitu kepercayaan dan kejujuran. KEPERCAYAAN merupakan aset yang paling berharga, sebagai pondasi dari citra dan reputasi perusahaan sehingga harus tetap dijaga dan dipertahankan. KEJUJURAN merupakan hal yang sangat penting atau mendasar dalam segala hal yakni selalu jujur kepada diri sendiri, sesama karyawan, perusahaan, dan pelanggan.
ZONA INTEGRITAS PERUSAHAAN butuh "komitmen" dari para karyawan untuk mentaati Peraturan Perusahaan maupun ketentuan lainnya (termasuk Kode Etik), sehingga karyawan selaku individu perlu/harus mengetahui dan memahami pula peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Apabila ada keraguan atau ketidak-jelasan maka karyawan bisa mencari informasi atau petunjuk hukum di perusahaan. Ketidak-tahuan mengenai hukum bukanlah suatu "alasan pembenar" untuk lepas dari pertanggung-jawaban.
HAL-HAL KURANG/TIDAK ETIS dapat "mengganggu" kiprah perusahaan maupun nama baik perusahaan di mata pelanggan. Untuk mencegah hal itu, maka perlu menjadi perhatian para karyawan agar : menjaga sopan santun di dalam maupun di luar kantor, jangan berguncing menyangkut pribadi seseorang, hindari merasa paling pandai dan benar sendiri, menjadi panutan apalagi punya jabatan, bekerja secara proporsional dan profesional, merasa ikut memiliki perusahaan (loyal), dan seterusnya.
Oleh karena itu, dipandang perlu adanya KOMITE ETIK yang merupakan alat kelengkapan organ perusahaan guna mengemban tugas menerapkan dan menegakkan kode etik perusahaan. Pelanggaran kode etik meskipun kecil bisa merusak reputasi perusahaan dan hal tersebut tidak dapat ditolerir, serta berakibat penjatuhan sanksi (hukuman) dari perusahaan atas Rekomendasi Etik.
Komite Etik lebih mengedepankan "pencegahan" daripada penindakan, sehingga perlu ditegaskan pula, bahwa DI PERUSAHAAN TIDAK ADA "TINDAKAN BALASAN" ATAS PENGADUAN/LAPORAN PELANGGARAN KODE ETIK YANG DIDASARI ITIKAD BAIK. Justru, para karyawan dihimbau atau didorong untuk selalu "menyuarakan dan melaporkan" segala bentuk permasalahan atau kecurigaan yang berpotensi terjadinya pelanggaran kode etik.
Semoga bermanfaat tulisan sederhana ini, serta diharapkan kita semua semakin bertambah pengetahuan dan pemahaman etik hari ini dan hari esok.
Jpg. 13/12/2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI