Dengan demikian etika merupakan "studi standar moral" untuk mencapai adanya simpulan tentang moral yang benar dan moral yang salah, atau moral yang baik dan moral yang tidak baik. Standar moral pertama kali terserap dari KELUARGA ketika kita masih kanak-kanak, sehingga sikap dan perilaku orang-tua pasti menjadi suri tauladan (panutan). Demikian pula, di tempat kerja, sejatinya "para senior" siapa pun dia diharapkan dapat menjadi panutan bagi yunior-nya.
Ada kata bijak/filosofi bahwa PEMBUSUKAN IKAN SELALU DIMULAI DARI KEPALA-NYA. Hakikat kepemimpinan tercermin dalam sabda Rasullullah s.a.w yaitu pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR. Abu Nur'aim). Dengan demikian, memang sangat berat pegang "amanah" sebagai PEMIMPIN terutama pemimpin perusahaan sebab melekat pada dirinya sikap maupun perilaku yang baik dan benar agar dapat "mengorang-kan/memanusia-kan" para karyawan (agaknya, lebih tepat pakai istilah/sebutan "pemimpin" daripada pimpinan).
Lebih lanjut dikatakan Djajendra bahwa pimpinan yang jujur serta tim manajemen yang peduli kepada karir dan masa depan karyawan akan menjadikan karyawan semakin mencintai perusahaan; maklumlah loyalitas tidak dapat dibeli tetapi didapatkan dari rasa hormat.Â
ETIKA BISNIS dipakai masyarakat moderen. Ada yang menyatakan bahwa etika bisnis merupakan standar yang diterapkan pada sistem perusahaan dalam memproduksi, mendistribusikan barang dan jasa, serta diberlakukan kepada orang-orang di dalam perusahaan. Meskipun perilaku tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun dalam jangka panjang cenderung menjadi "kekalahan" yang bisa meruntuhkan hubungan kerjasama berjangka lama dengan pelanggan dan anggota masyarakat di mana kesuksesan bisnis sangat bergantung.
Pelanggan akan melawan sebab punya persepsi adanya ketidak-adilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis, serta bisa mengurangi minat untuk membeli produknya. Buku berjudul BUSINESS ETHICS memberi pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan; maka tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika dan bisnis selain dengan mengamati yakni "bagaimanakah perusahaan riil telah benar-benar berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis-nya !?"
Kendati demikian, Etika Bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah, karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, maka bisnis itu lebih memilih "keuntungan" daripada etika.
KONFLIK KEPENTINGAN atau kemungkinan terjadinya konflik kepentingan harus dihindari. Konflik kepentingan muncul ketika "ada kesempatan" untuk mendapat keuntungan pribadi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi penilaian, objektivitas, independensi, dan loyalitas terhadap perusahaan.
Tentunya ketentuan etik menyasar kepada para karyawan untuk "tidak menerima" dari pelanggan di antaranya adalah : pembayaran tunai dalam jumlah besar, tips, hadiah berharga, suap. Maka dari itu, diharapkan karyawan memberitahu kepada atasan atau pimpinan sesegera mungkin ketika dia menyadari bahwa kepentingan pribadinya atau kepentingan sesama karyawan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dengan perusahaan. Bahkan, tak kalah pentingnya agar pihak perusahaan "tidak terlibat" dalam kasus korupsi apa pun bentuknya dengan institusi pemerintah sebagai pelanggan.
Ada dua poin penting terkait dengan "Prinsip-Prinsip Integritas", yaitu kepercayaan dan kejujuran. KEPERCAYAAN merupakan aset yang paling berharga, sebagai pondasi dari citra dan reputasi perusahaan sehingga harus tetap dijaga dan dipertahankan. KEJUJURAN merupakan hal yang sangat penting atau mendasar dalam segala hal yakni selalu jujur kepada diri sendiri, sesama karyawan, perusahaan, dan pelanggan.
ZONA INTEGRITAS PERUSAHAAN butuh "komitmen" dari para karyawan untuk mentaati Peraturan Perusahaan maupun ketentuan lainnya (termasuk Kode Etik), sehingga karyawan selaku individu perlu/harus mengetahui dan memahami pula peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Apabila ada keraguan atau ketidak-jelasan maka karyawan bisa mencari informasi atau petunjuk hukum di perusahaan. Ketidak-tahuan mengenai hukum bukanlah suatu "alasan pembenar" untuk lepas dari pertanggung-jawaban.
HAL-HAL KURANG/TIDAK ETIS dapat "mengganggu" kiprah perusahaan maupun nama baik perusahaan di mata pelanggan. Untuk mencegah hal itu, maka perlu menjadi perhatian para karyawan agar : menjaga sopan santun di dalam maupun di luar kantor, jangan berguncing menyangkut pribadi seseorang, hindari merasa paling pandai dan benar sendiri, menjadi panutan apalagi punya jabatan, bekerja secara proporsional dan profesional, merasa ikut memiliki perusahaan (loyal), dan seterusnya.